BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bisnis modern merupakan realitas
yang sangat kompleks. Hal ini tidak hanya terjadi pada bisnis makro, namun juga
mikro. Banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan berbisnis.
Sebagai kegiatan sosial, bisnis dengan banyak cara terjalin dengan kompleksitas
masyarakat modern. Karena bisnis merupakan kegiatan sosial, yang di dalamnya
terlibat banyak orang, bisnis dapat dilihat sekurang-kurangnya dari 3 sudut
pandang berbeda, antara lain: sudut pandang ekonomi, sudut pandang hukum, dan
sudut pandang etika.
Dilihat dari sudut pandang ekonomis,
bisnis adalah kegiatan ekonomis. Hal yang terjadi dalam kegiatan ini antara
lain tukar menukar, jual beli, memproduksi memasarkan, dan kegiatan lainnya
yang bertujuan untuk mencari keuntungan. Namun, perlu diingat pencarian
keuntungan dalam kegiatan berbisnis tidak hanya sepihak, tetapi diadakan dalam
interaksi. Pada kenyataannya, banyak pelaku bisnis di Indonesia tidak
memikirkan tentang hal tersebut. Mereka lebih cenderung untuk mencari
keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan kerugian pihak lain. Sebagai
contoh, seseorang yang ingin menjual sepeda motornya kepada seorang pembeli.
Penjual tersebut menjual dengan harga tinggi. Padahal, banyak kekurangan pada
motor tersebut. Namun si penjual tidak mengatakan hal tersebut kepada
pembelinya. Dia tidak peduli dengan kerugian yang akan ditanggung oleh si
pembeli. Yang diinginkan penjual tersebut adalah mendapat banyak keuntungan.
Hal ini hanya ada satu pihak yang diuntungkan, sedangkan yang lain dirugikan.
Dengan tidak mengindahkan peranan
sentral dari sudut pandang ekonomis, perlu ditambahkan juga sudut pandang
moral. Dalam kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan adalah hal yang wajar,
asalkan dalam mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan banyak pihak. Jadi,
dalam mencapai tujuan dalam kegiatan berbisnis ada batasnya. Kepentingan dan
hak-hak orang lain perlu diperhatikan. Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis
adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis
yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari
perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang
menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut
menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral. Perilaku yang baik, juga
dalam konteks bisnis, merupakan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral.
Bisnis juga terikat dengan hukum.
Dalam praktek hukum, banyak masalah timbul dalam hubungan dengan bisnis, baik
pada taraf nasional maupun taraf internasional. Walaupun terdapat hubungan erat
antara norma hukum dan norma etika, namun dua macam hal itu tidak sama.
Ketinggalan hukum, dibandingkan dengan etika, tidak terbatas pada
masalah-masalah baru, misalnya, disebabkan perkembangan teknologi. Pada tahun
1985 di Indonesia terjadi kasus menggemparkan dengan berita dalam media massa
Internasional tentang dibajaknya kaset rekaman yang memuat lagu-lagu artis
kondang dan dibuat untuk tujuan amal. Pada saat itu perbuatan tersebut menurut
hukum yang berlaku di Indonesia masih dimungkinkan, tetapi dari segi etika
tentu tidak dibenarkan karena dua alasan, pertama dengan pembajakan kaset ini,
berarti melanggar hak milik orang lain, kedua pembajakan lebih jelek lagi
karena kaset itu berkaitan dengan maksud amal. Dapat dimengerti bila reaksi di
luar negeri terhadap pembajak Indonesia itu sangat tajam dan emosional.
Tanpa disadari, kasus pelanggaran
etika bisnis merupakan hal yang biasa dan wajar pada masa kini. Secara tidak
sadar, kita sebenarnya menyaksikan banyak pelanggaran etika bisnis dalam
kegiatan berbisnis di Indonesia. Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran
etika bisnis yang sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung
jawab di Indonesia. Berbagai hal tersebut merupakan bentuk dari persaingan yang
tidak sehat oleh para pebisnis yang ingin menguasai pasar. Selain untuk
menguasai pasar, terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi para pebisnis
untuk melakukan pelanggaran etika bisnis, antara lain untuk memperluas pangsa
pasar, serta mendapatkan banyak keuntungan. Ketiga faktor tersebut merupakan
alasan yang umum untuk para pebisnis melakukan pelanggaran etika dengan
berbagai cara.
Oleh karena itu, dalam makalah ini
akan dibahas mengenai pelanggaran etika bisnis di Indonesia serta faktor-faktor
yang menyebabkan pelanggaran etika bisnis.
B. Permasalahan
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain
:
1. Apa yang dimaksud dengan etika
bisnis?
2. Apakah bisnis di Indonesia sudah
berjalan berdasarkan etika bisnis?
3. Bagaimana bentuk pelanggaran etika
bisnis dalam kegiatan berbisnis di Indonesia?
4. Apa faktor-faktor yang mendorong
pebisnis untuk melakukan pelanggaran etika bisnis?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika Bisnis
Sepanjang sejarah, kegiatan
perdagangan ataupun bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Perhatian
etika untuk bisnis seumur dengan bisnis itu sendiri. Sejak manusia terjun ke
bidang perniagaan, disadari juga kegiatan ini tidak terlepas dari masalah etika.
Sesuai fungsinya baik secara makro maupun mikro, sebuah bisnis yang baik harus
memiliki etika dan tanggung jawab sosial. Pada nantinya, jika suatu bisnis
dijalankan berdasarkan etika dan tanggung jawab sosial, tidak hanya lingkungan
makro dan mikronya saja yang mendapat keuntungan, namun perusahaan itu sendiri
juga akan mendapatkan keuntungan secara langsung.
Pengertian etika sering kali
disamakan dengan pengertian moral. Yang dimaksud ajaran moral adalah
wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokan-patokan, serta kumpulan peraturan
dan ketetapan baik lisan maupun tertulis, tentang bagaimana manusia harus hidup
dan ia bertindak agar menjadi manusia yang baik. Sedangkan etika adalah
pemikiran yang kritis dan mendasar mengenai ajaran moral. Oleh karena itu harus
dibedakan dengan ajaran moral.
Etika harus dibedakan dengan etiket.
Etiket berasal dari bahasa Prancis ‘etiquette’ yang berarti tata cara
pergaulan yang baik antara sesama manusia. Sementara itu, etika berasal dari
bahasa Latin ‘ethos’ yang berarti falsafah moral dan dan merupakan cara
hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama.
Kata “etika” dan “etis” tidak selalu
dipakai pada arti yang sama. Karena itu pula “etika bisnis” bisa berbeda
artinya. Etika sebagai praksis berarti nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh
dipraktekkan atau justru tidak dipraktekan, walaupun seharusnya dipraktekkan.
Sedangkan etis merupakan sifat dari tindakan yang sesuai dengan etika.
Definisi etika bisnis sendiri sangat
beraneka ragam tetapi memiliki satu pengertian yang sama, yaitu pengetahuan
tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan
norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi/sosial,
dan penerapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan
bisnis (Muslich,1998:4). Ada juga yang mendefinisikan etika bisnis sebagai
batasan-batasan sosial, ekonomi, dan hukum yang bersumber dari nilai-nilai
moral masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan oleh perusahaan dalam setiap
aktivitasnya (Amirullah & Imam Hardjanto, 2005).
Pada kesempatan lain, ada juga yang
mengemukakan pengertian etika bisnis secara sederhana adalah cara-cara untuk
melakukan kegiatan berbisnis yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan
individu, perusahaan, industri, juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup
bagaimana menjalankan bisnis secara adil sesuai dengan hukum yang berlaku, dan
tidak bergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan
standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena
dalam bisinis seringkali ditemukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh
hukum.
Dari berbagai pendapat diatas, ada
banyak pengertian tentang etika bisnis. Yang terpenting bagi pelaku bisnis
adalah bagaimana menempatkan etika pada kedudukan yang pantas di dunia bisnis.
Tugas pelaku bisnis adalah berorientasi pada norma-norma moral. Dalam
melaksanakan pekerjaan sehari-hari dia selalu berusaha dalam kerangka ‘etis’,
yaitu tidak merugikan siapapun secara moral.
Etika bisnis mempunyai
prinsip-prinsip yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya
dan harus dijadikan pedoman agar mempunyai standar baku yang mencegah timbulnya
ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasional
perusahaan, Muchlish (1998:31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis
sebagai berikut :
1. Prinsip otonomi
Prinsip otonomi memandang bahwa
perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan
dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya. Kebijakan yang
diambil perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan misi perusahaan
yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.
2. Prinsip kejujuran
Kejujuran merupakan nilai yang
paling mendasar dalam mendukung keberhasilan perusahaan. Kejujuran harus
diarahkan pada semua pihak, baik internal maupun eksternal perusahaan. Jika
prinsip kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh perusahaan, maka akan dapat
meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan tersebut.
3. Prinsip tidak berniat jahat
Prinsip ini ada hubungan erat dengan
prinsip kejujuran. Penerapan prinsip kejujuran yang ketat akan mampu meredam
niat jahat perusahaan itu.
Selain yang tersebut di atas, Sony
Keraf (1998) menjelaskan bahwa prinsip-prinsip etika bisnis adalah sebagai
berikut :
1. Prinsip otonomi
Prinsip otonomi adalah sikap dan
kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan
kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
2. Prinsip kejujuran
Terdapat tiga lingkup kegiatan
bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan
lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam
pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam
penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur
dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
3. Prinsip keadilan
Prinsip ini menuntut agar setiap
orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai
kriteria yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
4. Prinsip saling menguntungkan (mutual
benefit principle)
Pada prinsip ini, pebisnis dituntut
agar menjalankan bisnis sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
5. Prinsip integritas moral
Terutama dihayati sebagai tuntutan
internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan
bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan atau orang-orangnya maupun
perusahaannya.
Sonny juga menjelaskan, bahwa
sesungguhnya banyak perusahaan besar telah mengambil langkah yang tepat ke arah
penerapan prinsip-prinsip etika bisnis ini, kendati prinsip yang dianut bisa
beragam. Pertama-tama membangun apa yang dikenal sebagai budaya perusahaan (corporate
culture). Budaya perusahaan ini mula pertama dibangun atas dasar visi atau
filsafat bisnis pendiri suatu perusahaan sebagai penghayatan pribadi orang
tersebut mengenai bisnis yang baik. Visi ini kemudian diberlakukan bagi
perusahaannya, yang berarti visi ini kemudian menjadi sikap dan perilaku
organisasi dari perusahaan tersebut baik keluar maupun kedalam. Maka
terbangunlah sebuah etos bisnis, sebuah kebiasaan yang ditanamkan kepada semua
karyawan sejak diterima masuk dalam perusahaan maupun secara terus menerus
dievaluasi dalam konteks penyegaran di perusahaan tersebut. Etos inilah yang
menjadi jiwa yang menyatukan sekaligus juga menyemangati seluruh karyawan untuk
bersikap dan berpola perilaku yang kurang lebih sama berdasarkan prinsip yang
dianut perusahaan. Berkembang tidaknya sebuah etos bisnis ditentukan oleh gaya
kepemimpinan dalam perusahaan tersebut.
Etika bisnis dalam suatu perusahaan
mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu bisnis yang
kokoh dan kuat dan mempunyai daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan
untuk menciptakan nilai yang tinggi.
Tolok ukur dalam etika bisnis adalah
standar moral. Seorang pengusaha yang beretika selalu mempertimbangkan standar
moral dalam mengambil keputusan, apakah keputusan ini dinilai baik atau buruk
oleh masyarakat, apakah keputusan ini berdampak baik atau buruk bagi orang
lain, atau apakah keputusan ini melanggar hukum.
Dalam menciptakan etika bisnis perlu
diperhatikan beberapa hal, antara lain pengendalian diri, pengembangan
tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang
sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, mampu menyatakan hal
yang benar, dan lain sebagainya.
B. Etika Bisnis dalam Praktek Bisnis di
Indonesia
Pelanggaran etika bisa terjadi di
mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya banyak perusahaan yang menghalalkan segala cara. Praktek
curang ini bukan saja merugikan masyarakat, tapi perusahaan itu sendiri sebenarnya.
Perilaku etis dalam kegiatan
berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu
sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika
dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang
menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut
menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral.
Banyak hal yang berhubungan dengan
pelanggaran etika bisnis yang sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak
bertanggung jawab di Indonesia. Praktek bisnis yang terjadi selama ini dinilai
masih cenderung mengabaikan etika, rasa keadilan dan kerapkali diwarnai
praktek-praktek tidak terpuji atau moral hazard.
Pelanggaran etika yang sering
dilakukan oleh pihak swasta, menurut ketua Taufiequrachman Ruki (Ketua KPK
Periode 2003-2007), adalah penyuapan dan pemerasan. Berdasarkan data Bank
Dunia, setiap tahun di seluruh dunia sebanyak US$ 1 triliun (sekitar Rp 9.000
triliun) dihabiskan untuk suap. Dana itu diyakini telah meningkatkan biaya
operasional perusahaan. (Koran Tempo - 05/08/2006)
Di bidang keuangan, banyak
perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran etika. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Erni Rusyani, terungkap bahwa hampir 61.9% dari 21
perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ tidak lengkap dalam
menyampaikan laporan keuangannya (not available).
Pelanggaran etika perusahaan
terhadap pelanggannya di Indonesia merupakan fenomena yang sudah sering
terjadi. Contohnya adalah kasus pelezat masakan merek ”A”. Kehalalan “A”
dipersoalkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada akhir Desember 2000 setelah
ditemukan bahwa pengembangan bakteri untuk proses fermentasi tetes tebu (molase),
mengandung bactosoytone (nutrisi untuk pertumbuhan bakteri), yang
merupakan hasil hidrolisa enzim kedelai terhadap biokatalisator porcine yang
berasal dari pankreas babi.
Kasus lainnya, adalah produk minuman
berenergi yang sebagian produknya diduga mengandung nikotin lebih dari batas
yang diizinkan oleh Badan Pengawas Obat dan Minuman. Kita juga masih ingat,
obat anti-nyamuk “H” yang dilarang beredar karena mengandung bahan berbahaya.
Pada kasus lain, suatu perusahaan di
kawasan di Kalimantan melakukan sayembara untuk memburu hewan Pongo. Hal ini
dilakukan untuk menghilangkan habitat hewan tersebut untuk digunakan sebagai
lahan perkebunan sawit. Hal ini merupakan masalah bagi pemerintah dan dunia
usaha, dimana suatu usaha dituntut untuk tetap melestarikan alam berdampingan
dengan kegiatan usahanya.
Selain itu, pelanggaran juga
dilakukan oleh suatu perusahaan di kawasan Jawa Barat. Perusahaan tersebut
membuang limbah kawat dengan cara membakar kawat tersebut tersebut. Hal ini
menyebabkan asap hitam pekat yang membuat orang mengalami sesak napas dan
pusing saat menghirupnya. Perusahaan tersebut disinyalir tidak melakukan
penyaringan udara saat pembakaran berlangsung. Hal ini dapat mempengaruhi
kesehatan masyarakat sekitar yang berdekatan dengan lokasi pabrik tersebut.
Contoh kasus lain, sebuah perusahaan
yang merupakan suplier resmi dari Petronas melakukan kecurangan bisnis dengan
mengoplos solar menjadi minyak tanah dan menjualnya kepada masyaraka. Hal ini
tentu menjelekkan nama baik Petronas. Selain itu hal ini juga menyebabkan
konsumen Petronas tidak percaya lagi dengan produk-produk Petronas.
Contoh lain yang nyata, yang sering
kita saksikan sendiri atau mungkin bahkan kita pernah mengalaminya sendiri saat
membeli buah-buahan. Buah yang sudah dipilih, saat membungkus buah pilihan
tersebut pedagang menukarnya dengan buah-buahan yang tidak baik kualitasnya
tanpa sepengetahuan pembeli. Atau kasus mengurangi timbangan. Alat timbangan
dipasangi benda yang dapat memberatkan timbangan. Hal ini menyebabkan hasil
timbangan akan berkurang.
Atau tindakan pengoplosan bahan baku
dalam pembuatan makanan kecil atau makanan ringan. Juga tindakan pemberian
zat-zat berbahaya pada makanan kecil yang dijual. Banyak tindakan menyimpang
yang dilakukan oleh pebisnis, baik kecil maupun besar, untuk mendapatkan
keuntungan yang berlipat ganda tanpa memikirkan efek negatif yang akan terjadi.
Hal ini pada akhirnya hanya akan memyebabkan kerugian pada konsumen, juga pada
perusahaan itu sendiri. Kepercayaan yang diberikan konsumen kepada perusahaan
tersebut akan hilang, dan hanya akan membuat perusahaan tersebut kehilangan
konsumennya. Kejujuran adalah asset penting bagi suatu perusahaan untuk
melangsungkan kegiatan berbisnis.
Walaupun berbagai kasus tersebut
banyak terjadi di Indonesia, namun tidak semua perusahaan atau pebisnis di
Indonesia melakukan pelanggaran etika dalam kegiatan berbisnis yang
dijalankannnya. Masih banyak pebisnis yang menerapkan etika bisnis dalam
kegiatan berbisnis yang dijalankannya. Dalam hal ini, perusahaan tidak berpikir
pada keuntungan jangka pendek. Tidak perlu melakukan kecurangan pada praktek
berbisnis akan memberikan keuntungan jangka panjang. Hal ini sebenarnya lebih
penting bagi para pebisnis daripada keuntungan yang banyak dalam sekali waktu,
dan pada waktu selanjutnya kegiatan berbisnis harus dihentikan karena berbagai
pihak yang terlibat dalam kegiatan bisnisnya tidak mempercayai lagi.
C. Bentuk pelanggaran etika bisnis
dalam kegiatan berbisnis di Indonesia
Mempraktekkan bisnis dengan etiket
berarti mempraktekkan tata cara bisnis yang sopan dan santun sehingga kehidupan
bisnis menyenangkan karena saling menghormati. Etiket berbisnis diterapkan
pada sikap kehidupan berkantor, sikap menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap
di mana kita tergabung dalam organisasi. Itu berupa senyum — sebagai apresiasi
yang tulus dan terima kasih, tidak menyalahgunakan kedudukan dan kekayaan,
tidak lekas tersinggung, kontrol diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan
orang lain.
Dengan kata lain, etiket bisnis itu
memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan rasa saling menghargai,
meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra pribadi dan perusahaan.
Berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan aturan-aturan umum mengenai
etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial,
hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan.
Jika aturan secara umum mengenai
etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika,
maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan,
kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak
etis dan tidak bermoral
Berikut adalah bentuk-bentuk
pelanggaran etika bisnis dan contoh pelanggaran etika dalam kegiatan bisnis di
Indonesia :
1. Pelanggaran etika bisnis terhadap
hukum
Contoh pelanggaran tersebut seperti sebuah perusahaan X
karena kondisi perusahaan yang pailit akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK
kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan sama sekali tidak
memberikan pesangon sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini perusahaan X dapat dikatakan melanggar prinsip
kepatuhan terhadap hukum.
2. Pelanggaran etika bisnis terhadap
transparansi
Sebuah Yayasan X menyelenggarakan
pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran baru sekolah mengenakan biaya
sebesar Rp 500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan sekolah ini sama sekali
tidak diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar, sehingga setelah
diterima mau tidak mau mereka harus membayar. Disamping itu tidak ada informasi
maupun penjelasan resmi tentang penggunaan uang itu kepada wali murid. Setelah
didesak oleh banyak pihak, yayasan baru memberikan informasi bahwa uang itu
dipergunakan untuk pembelian seragam guru. Dalam kasus ini, pihak yayasan dan
sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip transparansi.
3. Pelanggaran etika bisnis terhadap
akuntabilitas
Sebuah RS Swasta melalui pihak
Pengurus mengumumkan kepada seluruh karyawan yang akan mendaftar PNS secara
otomotis dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai salah seorang karyawan di RS
Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus karena menurut
pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola, dalam hal ini direktur, sehingga segala
hak dan kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak
Pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan
tersebut. Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari
kasus ini RS Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena
tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola
dan Pengurus Rumah Sakit
4. Pelanggaran etika bisnis terhadap
prinsip pertanggungjawaban
Sebuah perusahaan PJTKI di
Yogyakarta melakukan rekrutmen untuk tenaga baby sitter. Dalam
pengumuman dan perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan berjanji akan mengirimkan
calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training dijanjikan akan dikirim ke
negara-negara tujuan. Bahkan perusahaan tersebut menjanjikan bahwa segala biaya
yang dikeluarkan pelamar akan dikembalikan jika mereka tidak jadi berangkat ke
negara tujuan. B yang tertarik dengan tawaran tersebut langsung mendaftar dan
mengeluarkan biaya sebanyak Rp 7 juta untuk ongkos administrasi dan pengurusan
visa dan paspor. Namun setelah 2 bulan training, B tak kunjung diberangkatkan,
bahkan hingga satu tahun tidak ada kejelasan. Ketika dikonfirmasi, perusahaan
PJTKI itu selalu berkilah ada penundaan, begitu seterusnya. Dari kasus ini
dapat disimpulkan bahwa Perusahaan PJTKI tersebut telah melanggar prinsip
pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak B sebagai calon TKI yang
seharusnya diberangkatkan ke negara lain tujuan untuk bekerja.
5. Pelanggaran etika bisnis terhadap
prinsip kewajaran
Sebuah perusahaan properti ternama
di Yogjakarta tidak memberikan surat ijin membangun rumah dari developer
kepada dua orang konsumennya di kawasan kavling perumahan milik perusahaan
tersebut. Konsumen pertama sudah memenuhi kewajibannya membayar harga tanah
sesuai kesepakatan dan biaya administrasi lainnya. Sementara konsumen kedua
masih mempunyai kewajiban membayar kelebihan tanah, karena setiap kali akan
membayar pihak developer selalu menolak dengan alasan belum ada ijin
dari pusat perusahaan (pusatnya di Jakarta). Yang aneh adalah di kawasan
kavling itu hanya dua orang ini yang belum mengantongi izin pembangunan rumah,
sementara 30 konsumen lainnya sudah diberi izin dan rumah mereka sudah dibangun
semuannya. Alasan yang dikemukakan perusahaan itu adalah ingin memberikan
pelajaran kepada dua konsumen tadi karena dua orang ini telah memprovokasi
konsumen lainnya untuk melakukan penuntutan segera pemberian izin pembangunan
rumah. Dari kasus ini perusahaan properti tersebut telah melanggar prinsip
kewajaran (fairness) karena tidak memenuhi hak-hak stakeholder
(konsumen) dengan alasan yang tidak masuk akal.
6. Pelanggaran etika bisnis terhadap
prinsip kejujuran
Sebuah perusahaan pengembang di
Sleman membuat kesepakatan dengan sebuah perusahaan kontraktor untuk membangun
sebuah perumahan. Sesuai dengan kesepakatan pihak pengembang memberikan spesifikasi
bangunan kepada kontraktor. Namun dalam pelaksanaannya, perusahaan kontraktor
melakukan penurunan kualitas spesifikasi bangunan tanpa sepengetahuan
perusahaan pengembang. Selang beberapa bulan kondisi bangunan sudah mengalami
kerusakan serius. Dalam kasus ini pihak perusahaan kontraktor dapat dikatakan
telah melanggar prinsip kejujuran karena tidak memenuhi spesifikasi bangunan
yang telah disepakati bersama dengan perusahaan pengembang
7. Pelanggaran etika bisnis terhadap
prinsip empati
Seorang nasabah X dari perusahaan
pembiayaan terlambat membayar angsuran mobil sesuai tanggal jatuh tempo karena
anaknya sakit parah. X sudah memberitahukan kepada pihak perusahaan tentang
keterlambatannya membayar angsuran, namun tidak mendapatkan respon dari
perusahaan. Beberapa minggu setelah jatuh tempo pihak perusahaan langsung
mendatangi X untuk menagih angsuran dan mengancam akan mengambil mobil yang
masih diangsur itu. Pihak perusahaan menagih dengan cara yang tidak sopan dan
melakukan tekanan psikologis kepada nasabah. Dalam kasus ini kita dapat
mengkategorikan pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran prinsip empati
pada nasabah karena sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan peringatan
kepada nasabah itu dengan cara yang bijak dan tepat.
D. Faktor-faktor pebisnis melakukan
pelanggaran etika bisnis
Pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan pebisnis dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Salah satu hal tersebut
adalah untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tanpa memikirkan
dampak buruk yang terjadi selanjutnya. Faktor lain yang membuat pebisnis
melakukan pelanggaran antara lain :
- Banyaknya kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik
- Ingin menambah pangsa pasar
- Ingin menguasai pasar.
Dari ketiga faktor tersebut, faktor
pertama adalah faktor yang memiliki pengaruh paling kuat. Untuk mempertahankan
produk perusahaan tetap menjadi yang utama, dibuatlah iklan dengan
sindiran-sindiran pada produk lain. Iklan dibuat hanya untuk mengunggulkann
produk sendiri, tanpa ada keunggulan dari produk tersebut. Iklan hanya
bertujuan untuk menjelek-jelekkan produk iklan lain.
Selain ketiga faktor tersebut, masih
banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi. Gwynn Nettler dalam bukunya Lying,
Cheating and Stealing memberikan kesimpulan tentang sebab-sebab seseorang
berbuat curang, yaitu :
1. Orang yang sering mengalami
kegagalan cenderung sering melakukan kecurangan.
2. Orang yang tidak disukai atau tidak
menyukai dirinya sendiri cenderung menjadi pendusta.
3. Orang yang hanya menuruti kata
hatinya, bingung dan tidak dapat menangguhkan keinginan memuaskan hatinya,
cenderung berbuat curang.
4. Orang yang memiliki hati nurani
(mempunyai rasa takut, prihatin dan rasa tersiksa) akan lebih mempunyai rasa
melawan terhadap godaan untuk berbuat curang.
5. Orang yang cerdas (intelligent)
cenderung menjadi lebih jujur dari pada orang yang dungu (ignorant).
6. Orang yang berkedudukan menengah
atau tinggi cenderung menjadi lebih jujur.
7. Kesempatan yang mudah untuk berbuat
curang atau mencuri, akan mendorong orang melakukannya.
8. Masing-masing individu mempunyai
kebutuhan yang berbeda dan karena itu menempati tingkat yang berbeda, sehingga
mudah tergerak untuk berbohong, berlaku curang atau menjadi pencuri.
9. Kehendak berbohong, main curang dan
mencuri akan meningkat apabila orang mendapat tekanan yang besar untuk mencapai
tujuan yang dirasakannya sangat penting.
10. Perjuangan untuk menyelamatkan nyawa
mendorong untuk berlaku tidak jujur.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dilihar dari berbagai fakta yang
telah dijelaskan di atas, pebisnis di Indonesia banyak yang melakukan
pelanggaran etika dalam menjalankan kegiatan berbisnisnya. Walaupun tidak dapat
dikatakan semua pebisnis melanggar etika. Pebisnis yang melanggar etika bukan
hanya dari kalangan pebisnis yang mempunyai perusahaan besar dan maju, namun
juga dilakukan pebisnis kecil yang menjalani bisnisnya dengan modal yang kecil.
Bisnis adalah kegiatan ekonomis.
Yang terjadi adalah adanya interaksi antara produsen atau perusahaan dan
pekerja, produsen dan konsumen, produsen dan produsen dalam sebuah organisasi.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Namun, pencapaian
keuntungan tidak hanya oleh satu pihak. Dari sudut pandang ini, bisnis yang
baik berarti bukan hanya mendapatkan banyak laba, tetapi bisnis yang
berkualitas dan etis.
Selama suatu perusahaan mempunyai
produk yang berkualitas dan berguna bagi masyarakat, di samping itu juga
dikelola dengan manejemen yang tepat di bidang produksi, finansial, sumberdaya
manusia dan lain-lain, tetapi tidak mempunyai etika, maka kekurangan ini cepat
atau lambat akan menjadi batu sandungan bagi perusahaan tersebut. Bisnis
merupakan suatu unsur mutlak dan perlu dalam masyarakat modern. Tetapi, bisnis
tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam
pergaulan sosial, termasuk juga aturan-aturan moral.
Di dalam persaingan dunia usaha yang
sangat ketat ini, etika bisnis merupakan sebuah harga yang tidak dapat ditawar
lagi. Seorang konsumen yang tidak puas, rata-rata akan mengeluh kepada 16 orang
di sekitarnya.
Dalam zaman informasi seperti ini,
baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar dengan cepat dan massif.
Memperlakukan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat umum secara
etis, adil dan jujur adalah satu-satunya cara untuk membuat suatu kegiatan
bisnis tetap berlangsung dan mendapatkan keuntungan dalam jangka panjang.
Hal yang terpenting bagi pelaku
bisnis adalah bagaimana menempatkan etika pada kedudukan yang pantas dalam
kegiatan bisnis yang berorientasi pada norma-norma moral. Dalam melaksanakan
kegiatan bisnisnya selalu berusaha berada dalam kerangka etis, yaitu tidak
merugikan siapapun secara moral. Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek
etika perusahaan akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka
menengah maupun jangka panjang karena :
1. Akan dapat mengurangi biaya akibat
dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi baik intern perusahaan maupun dengan
eksternal
2. Akan dapat meningkatkan motivasi
pekerja
3. Akan melindungi prinsip kebebasan
berniaga
4. Akan meningkatkan keunggulan
bersaing.
Tindakan yang tidak etis, bagi
perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan
akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan
beredar, ataupun larangan beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai
penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi
nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan
bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan
yang tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang
karier. Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi
perusahaan. Oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.
Memang benar. kita tidak bisa
berasumsi bahwa pasar atau dunia bisnis dipenuhi oleh orang-rang jujur, berhati
mulia, dan bebas dari akal bulus serta kecurangan atau manipulasi. Tetapi
sebenarnya, tidak ada gunanya berbisnis dengan mengabaikan etika dan aspek
spiritual. Biarlah pemerintah melakukan pengawasan, biarlah masyarakat
memberikan penilaian, dan sistem pasar (dan sistem Tuhan tentunya) akan bekerja
dengan sendirinya.
Dalam bisnis, sebagaiman kehidupan,
memutuskan apa yang benar dan yang salah dalam situasi tertentu tidaklah suatu
pilihan yang mudah untuk dilakukan. Bisnis memiliki tanggung jawab yang besar
kepada pelanggan, karyawan, investor, dan masyarakat secara keseluruhan.
Kadang-kadang konflik muncul dalam usaha melayani berbagai kebutuhan dari
beragam pihak. Dalam kasus-kasus lain, konflik bisa muncul antara keputusan
yang ideal dengan keputusan praktis dalam situasi tertentu.
Ada 4 kekuatan utama yang membentuk
etika bisnis dan tanggung jawab sosial, yaitu kekuatan individual,
oraganisasional, masyarakat, dan hukum. Setiap kekuatan ini tidak beroperasi
dalam ruang hampa, tapi masing-masing berinteraksi dengan ketiga kekuatan
lainnya, dan interaksi ini mempunyai pengaruh yang kuat baik terhadap kekuatan
maupun arah dari masing-masing pengaruh.
Tugas
Individu
ADMINISTRASI
BISNIS
(Bentuk
Pelanggaran Etika Bisnis Di Indonesia)
Oleh
LA ODE MUH. AGUS
C1A1 08 O69
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011