BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Meningkatkan produksi pertanian
suatu negara adalah suatu tugas yang kompleks, kerena banyaknya kondisi yang
berbeda yang harus dibina atau diubah oleh orang ataupun kelompok yang berbeda
pula. Seperti halnya permasalahan pertumbuhan penduduk yang tinggi yang
mengimbangi permintaan atas kebutuhan pangan meningkat pesat, namun hal tersebut
tidak diimbangi dengan produksi hasil pertanian yang mampu untuk memenuhi
permintaan kebutuhan akan bahan pangan.
Namun hal itu juga mendorong para
petani untuk mencoba menanam jenis-jenis tanman baru, dan dengan bantuan para
insinyur dan para peniliti untuk mengembangkan varietas tanaman tersebut dengan
menemukan teknik penggunaan pupuk, mengatur kelembapan tanah yang lebih maju
serta meggunakan teknologi pertanian yang lebih maju untuk mengembangkan
pembangunan pertanian ke arah yang lebih baik sehingga mampu untuk memenuhi
kebutuhan pangan dari jumlah masyrakat yang terus meningkat.
Pada dasarnya pembangunan pertanian
di Indonesia sudah berjalan sejak masyarakat Indonesia mengenal cara bercocok
tanam, namun perkembangan tersebut berjalan secara lambat. Pertanian awalnya
hanya bersifat primitif dengan cara kerja yang lebih sederhana. Seiring
berjalannya waktu, lama kelamaan pertanian berkembang menjadi lebih modern
untuk mempermudah para petani mengolah hasil pertanian dan mendapatkan hasil
terbaik dan banyak.
Dengan demikian pembangunan
pertanian mulai berkembang dari masa ke masa. Dalam proses pembangunan
pertanian tersebut, bantuan para ahli di bidang pertanian dan pemerintah sangat
dibutuhkan untuk mendukung dan memberi fasilitas maupun pegetahuan kepada para
petani untuk memberi metode baru kepada para petani dan mengubah cara berpikir
mereka menjadi lebih kompleks sehingga mampu untuk meningkatkan produksi
pertanian dalam negri ini.
Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran penulis untuk mengupas tentang pembangunan pertanian yang telah bergulir beberapa era di Indonesia, untuk mencari tahu apa saja pembangunan pertanian yang terjadi di negri ini sejak Indonesi mulai meneguk kebebasan dari kemerdekaan hingga Indonesia mulai mencoba untuk bangkit membangun kemajuan negri ini di era reformasi saat ini.
Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran penulis untuk mengupas tentang pembangunan pertanian yang telah bergulir beberapa era di Indonesia, untuk mencari tahu apa saja pembangunan pertanian yang terjadi di negri ini sejak Indonesi mulai meneguk kebebasan dari kemerdekaan hingga Indonesia mulai mencoba untuk bangkit membangun kemajuan negri ini di era reformasi saat ini.
B.
Tujuan
Adapun tujuan penulis mengupas
masalah tentang Pembangunan Pertanian di Indonesia adalah untuk melatih penulis
dalam pembuatan makalah dan membuka wawasan penulis tentang pembangunan pertanian
di Indonesia dan betapa pentingnya pembangunan pertanian yang akan memiliki
dampak yang besar bagi kehidupan mayarakat dan pertumbuhan perekonomian
Indonesia nantinya.
C.
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas
maka dapat ditarik beberapa permasalahan sebagai berikut:
- Apa perbedaan pola pertanian di era orde baru dan reformasi?
- Apa saja kebijakan-kebijakan yang sudah dilakukan oleh pemerintah era orde baru dan reformasi dalam pembangunan pertanian?
- Apa saja kelebihan dan kekurangan sistem pertanian dari masa ke masa?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perbedaan Pola Pertanian di Era Orde
Baru dan Reformasi Pertanian
Perbedaan Pola Pertanian di Era Orde
Baru dan Reformasi Pertanian mulai timbul pada saat manusia mulai mengendalikan
pertumbuhan tanaman dan hewan, dengan mengaturnya sedemikian rupa sehingga
dapat memberikan keuntungan. Pada awalnya pertanian masih bersifat primitif
dengan hanya mengharapkan kondisi alam sebagai faktor pendukung. Namun seiring
berkembangnya zaman, pertanian menjadi lebih berkembang ke arah modernisasi.
Pada pertnian yang berazaskan
modern, manusia akan mempergunakan kecerdasan otaknya untuk meningkatkan
penguasaannya akan semua faktor yang akan mendukung pertumbuhan dari tanaman
dan hewan. Semakin berjalannya waktu sistem pola pertanian dari masa ke masa
pun akan terus berkembang menjadi lebih baik untuk menghasilkan hasil pertnian
yang lebih baik pula. Seperti era orde bru dan reformasi. Tentunya pada
perubahan era pemerintahan, sistem pola pertanian di Indoneia juga akan
berubah.
Pada masa orde baru pembangunan
pertanian diorientasikan kepada pemenuhan kebutuhan pangan dalam negri, dan
sistem agribisnis dikembangkan secara simultan dan harmonis. Pada masa orde
baru untuk teknik pertanian biasa dilakukan di tanah datar sehingga teknik ini
disebut bertegal ( cara bertani di tanah kering). Setelah itu di bersihkan dan
kemudian di tanami oleh tanaman penghasi bahan pangan. Jika pada zaman dahulu
pertanian hanya dilakukan secara sederhana hanya dengan mengharapkan dan
berpangku tangan pada kondisi alam namun di era orde baru hal tersebut telah
berkembang menjadi lebih kompleks dengan pengetahuan petani tentang masalah
pemupukan yang akan mendukung hasil dari produksi pertanian tersebut yang akan
meningkat.
Selain itu juga diterapkan teknologi
yang lebih modern untuk kemajuan pertanian seperti pemberantasan hama
pembibitan maupun sistem irigasi yang mulai berkembang untuk mempermudah para
petani mengairi sawahnya. Bahkan sawah juga selain dugunakan untuk menanam
padi, juga dapat digunakan untuk menanam tanaman hortikultura.
Tidak
hanya berhenti pada lahan datar yang digunakan untuk lahan pertanian, lahan
gambut pun mulai digunakan menjadi lahan pertanian bagi para petani sebagai
areal persawahan, selain itu juga dikembangkn sitem reboisasi dan terassering
sebagi bagian dari teknologi modern pada masa orde baru.
Di era reformasi, dewasa ini
tentunya sistem pola pembangunan pertanian di Indonesia semakin berkembang
dibanding era orde baru. Para petani melanjutakan pembangunan era orde baru
yang menggunakan pembasmi hama, teknik pembibitan yang lebih ditingkatkn
sehinnga padi dapat menghasilkan panen yang lebih banyak dan lebih meningkat
pada kualitas hasil produksi.
Selain itu pola memanen yang dulunya dilakukan secara sendiri kini sudah menggunakan mesin untuk mempercepat proses memanen dan lahan dapat segera ditanami kembali. Dan semakin berkembangnya teknologi pertanian di Indonesia, lahan-lahan yang sulit digunakan untuk ditanami pun mulai dibuka menjadi areal tanam bagi tanaman yang memberikan penghasilan bagi devisa negara, seperti halnya penanaman di lahan yang tergenang maupun lahan yang tidak rata ataupun berbukit.
Selain itu pola memanen yang dulunya dilakukan secara sendiri kini sudah menggunakan mesin untuk mempercepat proses memanen dan lahan dapat segera ditanami kembali. Dan semakin berkembangnya teknologi pertanian di Indonesia, lahan-lahan yang sulit digunakan untuk ditanami pun mulai dibuka menjadi areal tanam bagi tanaman yang memberikan penghasilan bagi devisa negara, seperti halnya penanaman di lahan yang tergenang maupun lahan yang tidak rata ataupun berbukit.
Namun pada dasarnya penggunaan
pembasmi hama dan pembibitan untuk mencari bibit unggul serta lahan yang tidak
biasa dibuka untuk lahan pertanian biasanya akan menimbulkan permasalahan yang
akan menyulitkan bagi pertumbuhan tanaman tersebut
B.
Kebijakan-Kebijakan yang Sudah
Dilakukan Oleh Pemerintah Era Orde Baru dan Reformasi dalam Pembangunan
Pertanian
1.
Kebijakan
Pertanian di Era Orde Baru
a.
REPELITA
(Rencana Pembangunan Lima Tahun)
REPELITA adalah Rencana Pembangunan
Lima Tahun yang menjadi kebijakan dari Presiden Soeharto pada masa Orde Barru
untuk meningkatkan pembangunan Indonesia dari segi apa saja, tetapi lebih
diutamakan pada pembangunan sektor pertanian.
REPELITA sendiri terdiri dari berberapa tahap yang kesemuanya difokuskan untuk membangun sistem pertanian Indonesia dengan turut memajukan sektor lain yang juga mendukung pembangunan sektor pertanian seperti sektor industri dan teknologi.
REPELITA sendiri terdiri dari berberapa tahap yang kesemuanya difokuskan untuk membangun sistem pertanian Indonesia dengan turut memajukan sektor lain yang juga mendukung pembangunan sektor pertanian seperti sektor industri dan teknologi.
b.
Revolusi
Hijau
Revolisi Hijau merupakan upaya untuk
meningkatkan produksi biji-bijian dari hasi penemuan ilmiahberupa benih unggul
baru dari beragam varietas gandum, padi dan jagung yang membuat hasi panen
komoditas tersebut meningkat di negara-negara berkembang.
Revolusi Hijau dipicu dari pertambahan penduduk yang pesat, yakni bagaimana mengupayakan peningkatan hasil produksi pertanian. Peningkatan jumlah penduduk harus diimbangi dengan peningkata produksi pertanian. Perkembangan Revolusi Hijau yang sangat pesat juga berpengaruh pada masyarakat Indonesia. Sebagian besar kondisi sosial-ekonomi mayarakat Indonesia berciri agraris. Oleh karena itu pembangunan pertanian menjadi sektor yang sangat penting dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonmi Indonesia. Hal tersebut didasari oleh:
Revolusi Hijau dipicu dari pertambahan penduduk yang pesat, yakni bagaimana mengupayakan peningkatan hasil produksi pertanian. Peningkatan jumlah penduduk harus diimbangi dengan peningkata produksi pertanian. Perkembangan Revolusi Hijau yang sangat pesat juga berpengaruh pada masyarakat Indonesia. Sebagian besar kondisi sosial-ekonomi mayarakat Indonesia berciri agraris. Oleh karena itu pembangunan pertanian menjadi sektor yang sangat penting dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonmi Indonesia. Hal tersebut didasari oleh:
ü Kebutuhan penduduk yang meningkat
dengan pesat
ü Tingkat produksi pertanian yang
masih sangat rendah
ü Produksi pertanian belum mampu
memenuhi seluruh kebutuhan penduduk.
c.
Pembangunan
Irigasi dan Produksi Padi
Mengenai perkembangan luas lahan dan
luas produksi padi yang dihasilkan, terlihat bahwa sejak masa Orde Baru
memegang pemerintahan (1966) sampai dengan tahun 1987 luas lahan irigasi
melonjak hampir 2 kali lipat dengan laju sebesar 2,4% per tahun. Luas kenaikan
maksimum dicapai pada tahun 1987. tendensi ini diikuti dengan melonjaknya
jumlah produktifitas padi. Pada tahun 1987 produksi padi meningkat hingga 44
juta ton, naik 3 kali lipat sejak tahun 1966. Tingkat produksi yang dicapai ini
diperoleh dengan naiknya intensitas tanam hingga mencapai rata-rata 1,8.
Mengenai kenaikan produksi persatuan luas, tercatat naik dari 2,4 ton/ha
menjadi 4,5 ton/ha. Nilai ini bila diplotkan ke dalam sejarah evolusi padi di
negara-negara berkembang dengan Jepang sebagai perbandingan, telah berada di
fase keempat bersama-sama dengan Taiwan. Walaupun demikian masih lebih rendah
Korea dan Jepang yang telah mencapai 6-7 ton/ha, tetapi jauh lebih tinggi dari
Philipina, Laos, Myanmar maupun Vietnam.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa
lahan irigasi memberikan peranan yang besar dalam mencapai swasembada pangan.
Kira-kira 60-70% padi diproduksi dari lahan beririgasi. Walaupun demikian, bila
melihat perkembangn penduduk, untuk terus mempertahankan swasembada pangan
masih perlu banyak inovasibaru. Perhitungan secara sederhana mengenai luas
lahan beririgasi terus meningkat seirama dengan pertambahan penduduk. Padahal
kalau melihat besarnya derajad irigasi seperti telah diuraikan di atas, peluang
mengembangkan lahan irigasi secara horizontal, terutama di pulau-pulau yang
termasuk dalam grup pertama, nampaknya semakin sempit. Yang menjadi
persoalannya adalah bagaimana menyeimbangkan antar penyediaan sumberdaya air
dari alam dengan kebutuhan air khususnya untuk memproduksi bahan pangan yang
semakin menigkat itu tetapi tanpa merusak kondisi hidrologinya sendiri.
d.
BIMAS,
INMAS, INSUS dan Panca Usaha Pertanian
Dalam rangka meningkatkan produk
pertanian, pemerintah Orde Baru melaksanakn program intensifikasi dan
ekstensifikasi pertanian yang dimulai sejak Pelita I dan Pelita-Pelita
berikutnya. Pada waktu itu dilaksanakan program Bimbingan Masal (BIMAS) yang
kemudian berubah menjadi Intensifikasi Masal (INMAS), Intensifikasi Khusus
(INSUS) dan Panca Usaha Pertanian. Dalam usaha meningkatkan produksi pertanian
padi, dilakukan penanaman bibit unggul, sepertu Varietas Unggul Baru (VUB) atau
High Yealding Varietas (HYV) sebagai hasil penelitian International Rice Research
Institute (IRRI).
2.
Kebijakan
Pertanian di Era Reformasi
a.
SRI
(System of Rice Intensification)
Perkembangan pdi SRI (System of Rice
Intensification) yang terkenal dengan motonya “More Rice with Less Water” atau
hasil beras meningkat dengan penggunaan air yang sedikit, sampai saat ini masih
mengalami kendala teknis dan non teknis di tingkat lapangan. Dengan melihat
keistimewaan sistem ini, terutama dari segi produktifitas dan efisiensi
pengairan ( yang identik dengan perluasan areal irigasi), beberapa perbaikan
sistem harus dilakukan agar pengembangannya dapat dilaksanakan seluas-luasnya.
Berikut adalah beberapa keistimewaan sistem SRI bagi pengembangan budidaya padi sawah:
Berikut adalah beberapa keistimewaan sistem SRI bagi pengembangan budidaya padi sawah:
ü SRI hanya membutuhkan benih yang
jauh lebih sedikit, yaitu 5-10 kg per-hektar yang berbanding 40-60 kg padi
per-hektar pada sistem konvensional.
ü Produktifitas dengan sistem SRI
telah terbukti secara signifikan meningkat dengan B/C rato (perbandingan nilai
hasil terhadap biaya) yang lebih baik dibanding sistem konvesional. Hal ini
jelas akan meningkatkan pendaptan petani.
ü Sistem pengairan yang intermitten /
terputus sampai kondisi tanah kering meretak akan memperbaiki lingkungan mikro
bagi tanah sehingga secara pasti akan memperbaiki kondisi tanah, baik fisik,
kimia maupun biologi. Hal ini dapat dipercepat apabila pemupukannya menggunakan
pupuk organik. Beberapa artikel penelitian membuktikan bahwa kandungan mikro
organisme pada tanah yang ditanami padi SRI mengalami peningkatan kualitas.
Tentu saja harus diperhatikan pula proses pengembalian serasah padi pada tanah
asalnya.
ü Penggunaan air yang jauh lebih
sedikit dibanding dengan sistem konvensional akan memperbaiki efisiensi
pengairan dan dengan demikian memiliki potensi bagi perluasan areal irigasi.
Dengan
demikian SRI sangat menunjang program ekstensifikasi areal irigasi yang
merupakan sumber utama ketahanan pangan (terutama beras). Sampai saat ini,
areal irigasi yang ada masih banyak yang belum mampu mengairi padi 100% pada
musim tanam kedua (kemarau).
Namun demikian, ternyata pengembangan SRI di banyak areal irigasi masih menghadapi beberapa kendala yang cukup mengganggu, yaitu:
Namun demikian, ternyata pengembangan SRI di banyak areal irigasi masih menghadapi beberapa kendala yang cukup mengganggu, yaitu:
ü Metode penanaman dengan bibit muda
dan hanya satu bibit pertitik tanam dianggap masih merepotkan bagi petani. Hal
ini terutama dialami pada daerah-daerah yang kekurangan buruh tani. Biasanya
daerah seperti ini adalah daerah yang berada tidak jauh dari perkotaan karena
banyak buruh tani yang bekerja sambilan di kota sebagai tukang atau buruh
industri, atau juga di daerah yang terpencil dimana jumlah penduduk masih
kurang. Selain itu, banyak pula daerah yang buruh taninya merupakan pendatang
musiman yang belum familier dengan SRI sehingga hasil tanamnya kurang baik. Hal
ini tentunya membutuhkan pembinaan yang lebih cermat.
ü Petani yang baru pertama kali
melaksanakan SRI banyak yang mengeluhkan pertumbuhan gulma yang jauh lebih
banyak dibanding dengan sistem konvensional. Hal ini dapat dimengerti karena
pengeringan akan mendorong benih gulma tumbuh dengan leluasa (pada jenis gulma
yang berkembang melalui biji atau umbi). Oleh karena itu pengembangan SRI perlu
disertai dengan pembinaan pengendalian gulma yang baik (pada pelaksanaan
demplot SRI sangat disarankan utuk menggunakan lalandak dalam mengendalikan gulma).
ü SRI masih menyebakan kebingunan
dalam sistem pembagian air karena belum adanya panduan yang pasti mengenai hal
ini. Dalam hal perencanaan, operasional irigasi dengan SRI belum mempunyai
angka dasar hidrologi yang baku, sehingga para ahli hidrologi masih belum dapat
merencanakan sistem pembagian air yang ideal. Penelitian akan hal ini sangat
diperlukan guna mendapatkan angka koefisien yang baku. Pembagian air irigasi
dalam SRI juga sangat menuntut sistem pertanaman serempak, terutama pada satu
petak tersier yang sama. Dilain pihak, sistem pertanaman serempak ini sampai
sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal sekalipun pada sistem
konvensional.
ü Selain SRI, sistem Jajar Legowo yang
dikombinasikan dengan pupuk organik dan juga padi Hibrida yang menggunakan
sistem pengairan konvensional yang juga memberikan hasil produksi yang relatif
sama, menjadi pesaing utama bagi pengembangan SRI.
Pada akhirnya, betatapapun banyaknya
kelebihan yang dimiliki SRI, beberapa penyesuaian budaya, kebijakan
pembangunan, maupun teknis, sangat diperlukan. Yang jelas, dengan kondisi lahan
irigasi yang ada di Indonesia, SRI masih sangat diharapkan dapat dikembangkan
secara luas terutama pada daerah irigasi yang pemenuhan airnya terbatas seperti
di wilayah-wilayah Timur Indonesia.
b.
Pembangunan
Pertanian Lahan Beririgasi
Sesuai pasal 4 Peraturan Pemerintah
No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi, pengelolaan sistem irigasi diselenggarakan
melalui azas partisipatif, terpadu, berwawasan lingkungan hidup, transparan,
akuntabel, dan berkeadilan. Apa yang dimaksud dengan poin-poin tersebut ?
Inilah kira-kira yang dimaksudkan dengan kaidah pengelolaan yang diharapkan dari
peraturan tersebut :
ü Partisipatif ; sudah saatnya semua
pihak, baik unsur pemerintah maupun pemanfaat jaringan irigasi (petani / P3A)
memiliki dan mewujudkan azas inisiatif guna mengelola dan memelihara jaringan
irigasi demi kemanfaatan yang sebesar-besarnya. Disini, pola desentralisasi
sangat diharapkan terutama pada areal-areal yang merupakan kewenangan daerah
(Baca Pasal 16, 17, dan 18 PP 20/2006). Petani melalui P3A dan GP3A, diharapkan
memiliki inisisatif swadaya ataupun swakelola dalam melestarikan kedayagunaan
jaringan irigasi, sementara pemerintah sesuai daerah kewenangannya
bertanggungjawab untuk mendukung inisiatif yang muncul dari petani.
ü Terpadu ; keterpaduan yang dimaksud
bukan hanya pada proses pemeliharaan pelestarian jaringan, akan tetapi lebih
diutamakan pada pemanfaatan yang sebesar-besarnya untuk meningkatkan
kesejahteraan petani lahan beririgasi yang pada akhirnya mewujudkan ketahanan
pangan yang solid. Disini, dituntut koordinasi dan konsolidasi program antara 4
pemangku kepentingan pembangunan lahan beririgasi, yaitu Petani (P3A), PU
Pengairan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, dan Bappeda sebagai motor
pembangunan daerah. Keterpaduan bukan hanya dari segi pemanfaatan, akan tetapi
juga dari segi pembiayaan operasional dan pemeliharaan.
ü Berwawasan lingkungan ; dimaksudkan
sebagai pemenuhan azas kelestarian pemanfaatan dan kegunaan. Oleh karenanya,
disini dituntut pelaksanaan program pemeliharaan yang baik dan terstruktur
serta dukungan program pelestarian sumber daya air itu sendiri yang merupakan
wewenang dan tanggung jawab Ditjen SDA dan Kehutanan. Dari segi teknis
pemanfaatan, Dinas Pertanian dituntut pula melaksanakan sistem pertanian yang
mendukung azas pelestarian lingkungan hidup seperti menerapkan sistem pertanian
terpadu, integrasi tanaman dan ternak, metode budidaya padi organik (melalui
metode SRI atau Jajar Legowo), PHT, dan lain-lain.
ü Transparansi, akuntabel, dan
berkeadilan ; poin ini merupakan hal yang gampang-gampang susah untuk
dilaksanakan. Tidak ada kriteria yang jelas untuk memonitor realisasinya.
Paling tidak kita dapat mengharapkan partisipasi masyarakat petani untuk dapat
mengontrol ketiga poin tersebut. Dengan adanya peraturan ini, petani melalui
organisasi P3A / GP3A dapat melakukan aksi pengawasan langsung atas proses dan
pembiayaan operasi dan pemeliharaan di wilayah kewenangannya. Azas ini
mensyiratkan bahwa proses pembangunan adalah milik masyarakat petani dan petani
mempunyai hak untuk menentukan arah pembangunan daerahnya dan menuntut
transparansi, akuntabilitas, dan keadilan kebijakan yang dilaksanakan.
C. Kelebihan
dan Kekurangan Sistem Pertanian dari Masa ke Masa
Sistem
pertanian dari masa ke masa yang dibangun oleh berbagai generasi tentunya akan
menghasilkan dampak positif bagi masyarakat, tetapi begitupun tentunya juga
memiliki kekurangan yang timbul akibat kebijakan-kenijakan tersebut. Berikut
akan dibahas beberapa hal yang menjadi kelebihan maupun kekurangan pembangunan
sistem pertanian pada masa Orde Baru dan Masa Reformasi.
1.
Kelebihan
a.
Orde
Baru
ü Terciptanya kestabilan ekonomi Indonesia
dengan adanya REPELITA
ü Berkembangnya kemampuan petani dalam
hal pengolahan lahan maupun produksi bahan pangan menjadi lebih modern
ü Terjadinya peningkatan produksi
hasil pertanian yang menjadikan Indonesia berhasil bangkit dari masalah
kebutuhan pangan dengan menciptakan swasembada pangan
ü Terciptanya kualitas sumber daya
manusia yang lebih kompeten dan menghasilkan
b.
Reformasi
Pada program yang dijalankan
pemerintah tentng program SRI dapat dilihat beberapa kelebihan di antaranya:
ü SRI hanya membutuhkan benih yang
jauh lebih sedikit
ü Produktifitas dengan sistem SRI
telah terbukti secara signifikan meningkat
ü Sistem pengairan yang intermitten /
terputus sampai kondisi tanah kering meretak akan memperbaiki lingkungan mikro
bagi tanah sehingga secara pasti akan memperbaiki kondisi tanah
ü Penggunaan air yang jauh lebih
sedikit dibanding dengan sistem konvensional akan memperbaiki efisiensi
pengairan dan dengan demikian memiliki potensi bagi perluasan areal irigasi
Pada
kebijakan tentang Pembangunan Pertanian Lahan Beririgasi dapat dilihat beberapa
kelebihan di antaranya:
ü Meningkatkan kesejahteraan petani
lahan beririgasi yang pada akhirnya mewujudkan ketahanan pangan yang solid
ü Semua pihak memiliki dan
berkewajiban mengelola dan memelihara jaringan irigasi demi kemanfaatan yang
sebesar-besarnya
ü Proses pembangunan adalah milik
masyarakat petani dan petani mempunyai hak untuk menentukan arah pembangunan
daerahnya dan menuntut transparansi, akuntabilitas, dan keadilan kebijakan yang
dilaksanakan
2.
Kekurangan
a.
Orde
Baru
ü Timbulnya kesulitan untuk mengatasi
dampak dari kemajuan pengolahan tanaman yang lebih modern
ü Petani menjadi tertinggal kerena
kurangnya penyuluhan pertaniankepada para petani
ü Terjadi keterbelakangan subsektor
selain pangan dikarenakan pemerintah lebih mengutamakan kemajuan dalam produksi
tanaman pangan
b.
Reformasi
ü Petani belum siap dengan beberapa
kebijkan dari pemerintah yang dianggap terlalu sulit dan merepotkan
ü Dalam permasalahan irigai petani
menjadi kebingungan akibat tidak memahami penduan yang tidak pasti dalam sistem
pembagian air
3.
Solusi
Permasalahan
yang timbul pada sistem pembangunan pertanian tersebut sebenarnya menjadi
pemicu bagi para ahli di bidang pertanian untuk memecahkan bagaimana mencari
solusi dari masalah tersebut. Beberapa masalah yang tecipta dari masa Orde Baru
maupun Reformasi sebenarnya memerlukan pemecahan yang cukup sederhana dan dapat
dipahami dengan mudah oleh para petani agar dapat melakukan prodes produksi
bahan pangan maupun hasi hortikultura yang dapat meningkatkan kemajun pertanian
Indonesia.
Permasalahan
tentang lahan irigasi yang ingin memperluas areal untuk meningkatkan produksi
padi sawah sebenarnya telah terjawab dengan hadirnya padi SRI yang mampu
menghasilkan padi lebih banyak namun dengan konsumsi air yang sedikit. Hanya
saja dalam penanaman padi SRI ini juga mengalami hambatan dengan kurangnya
buruh tani yang bekerja untuk mengembangkan sistem padi ini diakibatkan para
petani yang sebagian besar memiliki pekerjaan lain dan menjadikan kegiatan
pertanian menjadi pekerjaan sampingan. Seharusnya pengembangan padi SRI menjadi
solusi tepat bagi sulitnya membuka areal irigasi bagi petani, hanya saja hal
itu harus sejalan dengan kegiatan petani yang lebih fokus pada produktifitas
tanaman-tanaman pangan.
Sedangkan permasalahan penggunaan air lahan irigasi yang membingungkan petani akibat ketidakjelasan panduan penggunaan dan pembagian air seharusnya menjadi perhatian yang lebih bagi penyuluh pertanian sehingga lebih meningkatkan penyuluhan untuk menambah pengetahuan para petani yang tidak hanya terfokus tentang penggunaan air lahan irigasi, tetapi juga pada masalah pembibitan, pembasmian hama, maupun pada pemberian pupuk dengan dosis yang tepat bagi tanaman.
Sedangkan permasalahan penggunaan air lahan irigasi yang membingungkan petani akibat ketidakjelasan panduan penggunaan dan pembagian air seharusnya menjadi perhatian yang lebih bagi penyuluh pertanian sehingga lebih meningkatkan penyuluhan untuk menambah pengetahuan para petani yang tidak hanya terfokus tentang penggunaan air lahan irigasi, tetapi juga pada masalah pembibitan, pembasmian hama, maupun pada pemberian pupuk dengan dosis yang tepat bagi tanaman.
Pada
kebijakan pemerintah tentang REPELITA dan Revolusi Hijau yang bertujuan
meningkatkan ketahanan pangan dengan meningkatkan produktifitas tanaman pangan
menuju swasembda pangan mengakibatkan permasalahan pada keterbelakangan
produktifitas subsektor tanaman selain tanaman pangan seperti hortikultura.
Seharusnya peningkatan produktifitas dari tanman pangan juga diimbangi dengan
peningkatan produktifitas tanaman lainnya seperti tanaman hortikultura.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pembangunan
pertanian merupakan hal yang harus bagi setiap negara untuk terus memperbaharui
produktifitas hasil buminya yang berupa tanaman, seperti tanamn pangan, tanaman
hortikultura maupun tanaman perkebunan untuk meningkatkan ketahanan pangan bagi
bangsanya yang terus meningkan. Selain itu juga bisa menghasilkan devisa yang
cukup besar bagi negara.
Pada masa
Orde Baru presiden Soeharto giat melakukan pembangunan pertanian dengan
melakukan beberapa kebijakan seperti REPELITA, Revolusi Hijau, BIMAS, INMAS,
INSUS, dan Panca Usaha Pertanian untuk meningkatkan pembangunan pertanian
khususnya dalam peningkatana produktifitas tanaman pangna yang akhirnya mampu
mewujudkan Indonesia swasembada pangan
Kebijakan-kebijakan
juga terus berlanjut pada masa Reformasi hingga sekarang yang menghasilkan
cara-cara yang lebih modern dan tidak menyulitkan bagi para petani untuk
memberikan hasil terbaik dari sektor pertanian Indonesia seperti pembuatan
areal irigasi maupun penemuan bibit-bibit unggul yang menghasilkan hasil
terbaik dari sektor pertanian.
B.
Saran
Pembangunan
sistem pertanian di Indonesia menghasilkan beberapa kemajuan yang cukup pesat
bagi bangsa ini. Tapi pada beberapa persoalan terdapat hal-hal yang mengalami
kekurangan yang mengakibatkan pembangunan pertanian berjalan tidak seimbang.
Pada sistem
pertanian pada daerah yang masih menggunakan sistem pertanian yang lebih
tertinggal dari daerah lainnya hendaknya meningkatkan penyuluh pertanian untuk
memberikan penyuluhan bagi para petani. Selain itu pembangunan areal irigasi
hendaknya merata pada setiap daerah, begitupun dengan pengembangan sistem SRI
yang dinilai cukup memberikan banyak keuntungan untuk diaplikasikan secara
merata
DAFTAR PUSTAKA
Pusposutardjo, Suprodjo dan Susanto,
Sahid. 1992. Perspektif dari Pengembangan Managemen Sumber Air dan Irigasi
Untuk Pembangunan Pertanian. Yogyakarta: Liberty (Hal 26-28)
Mosher, A.T. 1965. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. New York: Franklin Book Programs.Inc ( Hal 13-17)
Mosher, A.T. 1965. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. New York: Franklin Book Programs.Inc ( Hal 13-17)
http://www.sinartani.com/agriwacana/-bimas-ke-inmas-1239601888.html
(17Januari 2011)
http://sukatani-banguntani.blogspot.com/2010/03/pembangunan-pertanian-lahan-beririgasi.html
(28 Maret 2010)
http://sukatani-banguntani.blogspot.com/2010/03/pembangunan-pertanian-lahan-beririgasi.html
(26 Maret 2010)
http://amiere.multiply.com/reviews/item/9
(31 Januari 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar