Minggu, 18 Maret 2012

Hukum Administrasi negara


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Berdasarkan perspektif ilmu hukum administrasi, ada dua jenis hukum administrasi, yaitu pertama,hukum administrasi umum (allgemeem deel) , Yakni berkenaan dengan teori-teori dan prinsip-prinsip yang berlaku untuk semua bidang hukum administrasi,tidak terikat pada bidang-bidang tertentu , kedua hukum administrasi khusus (bijzonder deel) , yakni hukum-hukum yang terkait dengan bidang-bidang pemerintahan tertentu seperti hukum lingkungan, hukum tata ruang , hukum kesehatan dan sebagainya. Sekilas Tentang Negara Hukum. Pemikiran atau konsepsi manusia tentang Negara hukum juga lahir dan berkembang dalam situasi kesejarahan. Oleh karena itu , meskipun konsep Negara hukum dianggap sebagai konsep universal. Secara embrionik, gagasan Negara hukum telah dikemukakan oleh plato.Ada tiga unsur dari pemerintah yang berkonstitusi yaitu peratama, pemerintah dilaksanakan untuk kepentingan umum; kedua pemerintah dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan umum,bukan yang dibuat secara sewenang-wenang yang menyampingkan konvensi dan konstitusi; ketiga, pemerintah berkonstitusi berarti pemerintah yang dilaksanakan atas kehendak rakyat,bukan berupa paksaan – tekanan yang dilaksanakan pemerintah despotik.Dalam kaitannya dengan konstitusi bahwa konstitusi meupakan penyusunan jabatan dalam suatu Negara dan menentukan apa yang dimaksudkan dengan badan pemerintahan dan apa akhir dari setiap masyarakat.
Seperti yang telah disebutkan, hukum administrasi diperlukan untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Tanpa adanya hukum administrasi, pemerintahan akan berjalan dengan sewenang – wenang. Kekuasaan berjalan hanya menguntungkan pemerintah, sementara rakyat tertindas, tidak memiliki hak apapun atas negara. Inilah yang dinamakan absolutisme.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang dapat kita tarik masalah yang ingin dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1.      Apa yang dimaksud dengan Negara hukum.
2.      Bagaimana perkembangan hukum administrasi negara.
3.      Bagaimana pelaksanaan fungsi-fungsi HAN dalam mewujudkan pemerintahan yang baik.



















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hukum Administrasi Negara

1.      Administrasi Negara
Istilah Administrasi berasal dari bahasa Latin yaitu Administrare, yang artinya adalah setiap penyusunan keterangan yang dilakukan secara tertulis dan sistematis dengan maksud mendapatkan sesuatu ikhtisar keterangan itu dalam keseluruhan dan dalam hubungannya satu dengan yang lain. Namun tidak semua himpunan catatan yang lepas dapat dijadikan administrasi. Menurut Liang Gie dalam Ali Mufiz (2004:1.4) menyebutkan bahwa Administrasi adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Sehingga dengan demikian Ilmu Administrasi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari proses, kegiatan dan dinamika kerjasama manusia. Dari definisi administrasi menurut Liang Gie kita mendapatkan tiga unsur administrasi, yang terdiri:
a)      kegiatan melibatkan dua orang atau lebih
b)      kegiatan dilakukan secara bersama-sama, dan
c)      ada tujuan tertentu yang hendak dicapai
Kerjasama itu sendiri merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, kerjasama dapat terjadi dalam semua hal bidang kehidupan baik sosial, ekonomi, politik, atau budaya. Dari sifat dan kepentingannya, kerjasama dapat dibedakan menjadi dua yaitu kegiatan yang bersifat privat dan kegiatan yang bersifat publik. Sehingga ilmu yang mempelajarinya dibedakan menjadi dua pula yaitu ilmu administrasi privat (private administration) dan ilmu administrasi negara (public administration). Perbedaan antara dua cabang ilmu ini (private administration dan public administration) terletak pada fokus pembahasan atau obyek studi dari masing-masing cabang ilmu tersebut. Administrasi negara memusatkan perhatiannya pada kerjasama yang dilakukan dalam lembaga-lembaga pemerintah, sedangkan administrasi privat memfokuskan perhatiannya pada lembaga-lembaga bisnis swasta. Dengan demikian ilmu administrasi negara (public administration) dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kegiatan kerjasama dalam organisasi atau institusi yang bersifat publik yaitu negara.
2.      Negara Hukum
Negara Hukum Adalah Negara yang didalamnya terdapat berbagai aspek peraturan-peraturan yang memang bersifat abstrak yaitu memaksa, dan mempunyai sanksi yang tegas.Gagasan Negara hukum masih bersifat samar-samar dan tenggelam dalam waktu yang sangat panjang, kemudian muncul kembali secara lebih ekplisit pada abad ke-19,yaitu dengan munculnya konsep rechtsstaat dari Freidrich Julius Stahl, yang diilhami oleh Immanuel Kant, unsur-unsur Negara hukum adalah:
a)      Perlindungan hak-hak Asasi Manusia
b)      Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu.
c)      Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan
d)     Peradilan administrasi dalam perselisihan


3.      Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan-aturan yang menguasai kegiataqn-kegiatan alat-alat perlengkapan Negara yang bukan alat perlengkapan perundang-undangan atau kekuasaan kehakiman menentukan luas dan batas-batas kekuasaan alat-alat perlengkapan tersebut, baik terhadap warga masyarakat maupun antara alat-alat perlengkapan itu sendiri, atau pula keseluruhan aturan-aturan yang menegaskan dengan syarat-syarat bagaimana badan-badan tata usaha negara/ administrasi memperoleh hak-hak dan membebankan kewajiban-kewajiban kepada para warga masyarakat dengan peraturan alat-alat perlengkapannya guna kepentingan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan umum.”

B.     Perkembangan Hukum Administrasi Negara
Dalam sejarah tercatat tiga masa penting yang mempengaruhi konsep hukum administrasi negara. Masa – masa itu adalah masa absolutisme, masa negara hukum klasik, dan masa negara hukum modern.
1.      Masa Absolutisme
Masa absolutisme mulai dicatat dalam sejarah imperium Romawi, sejak masa republik. Pada masa itu pimpinan Negara dipegang oleh konsul – konsul yang menyelenggarakan dan menjalankan pemerintah demi kepentingan umum. Biasanya pemerintahan itu dipegang oleh dua orang konsul. Akan tetapi bila ada keadaan bahaya atau darurat, maka warga Negara memilih seseorang untuk ditunjuk sebagai pemegang kekuasaan dalam pemerintahan itu selama keadaan bahaya tersebut. Si pemegang kekuasaan tunggal itulah yang disebut sebagai diktator. Lama atau tidaknya kekuasaan itu tergantung oleh keadaan bahaya yang terjadi. Cincinnatus menjadi diktator selama 6 bulan lalu mengembalikan kekuasaannya kepada rakyat. Tapi tidak semua diktator seperti Cincinnatus. Mayoritas diktator yang berkuasa di masa romawi mengindahkan konstitusi lalu memegang kekuasaan dengan absolut dan menindas rakyat, seperti yang dilakukan Marius dan Caesar. Keadaan seperti ini dinamakan diktator purba.
Setelah masa republik, ada masa prinsipat. Pada waktu ini, para raja Romawi belum memiliki kewibawaan, namun mereka pada hakikatnya merupakan orang yang memerintah secara mutlak. Kemutlakan ini didasarkan kepada caesarismus yaitu adanya perwakilan yang menghisap, dari pihak Caesar terhadap kedaulatan rakyat (absorptieve representation). Untuk keperluan ini beberapa ahli hukum romawi kemudian mencari landasan hukumnya agar segala tindakan raja yang menyeleweng dari kedaulatan rakyat dapat dibenarkan. Ulpianus, salah satu ahli kemudian menelurkan Konstruksi Ulpianus, yang berisi “kedaulatan rakyat itu diberikan kepada raja melalui suatu perjanjian yang termuat di dalam undang – undang yang termaktub dalam Lex Regia”.
Pada dasarnya pemerintahan untuk kepentingan umum dan kepentingan itu dirumuskan dalam bentuk undang – undang, sehingga kepentingan umum itu derajatnya lebih tinggi daripada undang – undang (solus publica suprema lex). Akan tetapi dengan timbulnya undang – undang tersebut maka yang merumuskan kepentingan umum itu bukanlah rakyat, melainkan raja (princep legibus solutus est). Sudah pasti dalam merumuskan itu raja akan memikirkan kepentingannya sendiri, bukan kepentingan umum. Di masa ini sesungguhnya romawi telah berwujud sebagai monarki mutlak yang memuat caesarismus akibat penyalahgunaan Lex Regia.

2.      Masa Negara Hukum
Pada masa Yunani kuno pemikiran tentang Negara Hukum telah dikembangkan oleh para filusuf besar Yunani Kuno seperti Plato (429-347 s.M) dan Aristoteles (384-322 s.M). Dalam bukunya Politikos, Plato menguraikan bentuk-bentuk pemerintahan yang mungkin dijalankan. Pada dasarnya, ada dua macam pemerintahan yang dapat diselenggarakan; pemerintahan yang dibentuk melalui jalan hukum, dan pemerintahan yang terbentuk tidak melalui jalan hukum.
Konsep Negara Hukum menurut Aristoteles adalah negara yang berdiri diatas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagian hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik. Dan bagi Aristoteles yang memerintah dalam negara bukanlah manusia sebenarnya, melainkan fikiran yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan keseimbangan saja.
Pada masa abad pertengahan pemikiran tentang Negara Hukum lahir sebagai perjuangan melawan kekuasaan absolut para raja. Menurut Paul Scholten dalam bukunya Verzamel Geschriften, deel I, tahun 1949, hlm. 383, dalam pembicaraan Over den Rechtsstaat, istilah Negara Hukum itu berasal dari abad XIX, tetapi gagasan tentang Negara Hukum itu tumbuh di Eropa sudah hidup dalam abad tujuh belas. Gagasan itu tumbuh di Inggris dan merupakan latar belakang dari Glorious Revolution 1688 M. Gagasan itu timbul sebagai reaksi terhadap kerajaan yang absolut, dan dirumuskan dalam piagam yang terkenal sebagai Bill of Right 1689 (Great Britain), yang berisi hak dan kebebasan daripada kawula negara serta peraturan penganti raja di Inggris.
Kemudian muncullah teori Trias Politica dari Montesquieu. Teorinya adalah teori pemisahan kekuasaan atau separation of power , yang memisahkan badan kekuasaan menjadi tiga, yaitu;
a)      kekuasaan membuat undang – undang (legislatif),
b)      kekuasaan menjalankan undang – undang (eksekutif),
c)      kekuasaan mengawasi jalannya undang – undang (yudikatif).
Di Indonesia istilah Negara Hukum, sering diterjemahkan rechtstaats atau the rule of law. Paham rechtstaats pada dasarnya bertumpu pada sistem hukum Eropa Kontinental. Ide tentang rechtstaats mulai populer pada abad ke XVII sebagai akibat dari situasi sosial politik Eropa didominir oleh absolutisme raja. Paham rechtstaats dikembangkan oleh ahli-ahli hukum Eropa Barat Kontinental seperti Immanuel Kant (1724-1804) dan Friedrich Julius Stahl. Sedangkan paham the rule of law mulai dikenal setelah Albert Venn Dicey pada tahun 1885 menerbitkan bukunya Introduction to Study of The Law of The Constitution. Paham the rule of law bertumpu pada sistem hukum Anglo Saxon atau Common law system. Konsepsi Negara Hukum menurut Immanuel Kant dalam bukunya Methaphysiche Ansfangsgrunde der Rechtslehre, mengemukakan mengenai konsep negara hukum liberal. Immanuel Kant mengemukakan paham negara hukum dalam arti sempit, yang menempatkan fungsi recht pada staat, hanya sebagai alat perlindungan hak-hak individual dan kekuasaan negara diartikan secara pasif, yang bertugas sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan masyarakat. Paham Immanuel Kant ini terkenal dengan sebutan nachtwachkerstaats atau nachtwachterstaats, yaitu negara sebagai penjaga malam. Paham ini menurut Van Vollenhoven membatasi negara dalam bertindak dan menjamin pada yang diperintah. Immanuel Kant menjelaskan teori Trias Politica Montesquieu;
Maksud dari teori pemisahan adalah menginginkan jaminan kemerdekaan individu terhadap kesewenang – wenangan penguasa,
Tujuan negara adalah membuat dan mempertahankan hukum. Negara bukan menjadi alat kekuatan melainkan alat hukum.
Teori pemisahan kekuasaan hanya dapat dipraktekkan dalam negara hukum dalam arti sempit saja. Kelebihan dari teori ini adalah, badan Negara diberi fungsi yang berlainan sehingga bisa saling mengawasi, tidak ada kesewenang – wenangan dan kemerdekaan individu terjamin. Kelemahannya adalah bila terjadi pemisahan kekuasaan secara mutlak, tidak akan ada pengawasan kepada setiap lembaga sehingga tiap lembaga dapat melampaui batas kekuasaannya dan merugikan rakyat.

3.      Masa Negara Kesejahteraan
Konsep negara ini muncul sebagai reaksi atas kegagalan konsep legal state.[7] Bagi Negara kesejahteraan, konsep modernitas dimaknai sebagai kemampuan Negara dalam memberdayakan masyarakatnya. Peran Negara menjadi begitu besar terhadap warga karena negara akan memposisikan dirinya sebagai “teman” bagi warga negaranya. Makna kata teman merujuk pada kesiapan dalam memberikan bantuan jika warga negaranya mengalami kesulitan. Pemerintah dikehendaki agar terlibat secara aktif dalam kehidupan masyarakat sebagai langkah untuk mewujudkan kesejahteraan umum di samping menjaga ketertiban dan keamanan.

C.    Prinsip-Prinsip Negara Hukum
1.      Asas legalitas
Pembatasan warga Negara (oleh pemerintah) harus ditemukan dasarnya dalam undang-undang yang merupakan peraturan umum.Undang-undang secara umum harus memberikan jaminan (terhadap warga Negara) dari tindakan (pemerintah) yang sewenang-wenang , kolusi dan berbagai jenis tindakan yang tidak benar
2.      Perlindungan hak-hak asasi
3.      Pemerintah terikat pada hukum
Hukum harus dapat ditegakan ketika hukum itu dilanggar,pemerintah harus menjamin bahwa ditengah masyarakat terdapat instrument yuridis penegakan hukum,pemerintah dapat memaksa seseorang yang melanggar hukum melalui sistem peradilan Negara, memaksakan hukum publik secara prinsip merupakan tugas pemerintah.
4.      Pengawasan oleh hakim yang merdeka
Negara hukum secara sederhana adalah Negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan Negara dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan dibawah kekuasaan hukum. Negara hukum menentukan bahwa pemerintah harus tunduk pada hukum, bukannya hukum yang harus tunduk pada pemerintah.
Dalam Negara hukum, hukum ditempatkan sebagai aturan main sebagai dalam penyelenggaraan kenegaraan, pemerintah, dan kemasyarakatan, sementara tujuan hukum itu sendiri antara lain :(diletakan untuk menata masyarakat yang damai ,adil dan bermakna) Artinya sasaran dari Negara hukum adalah terciptanya kegiatan kenegaraan pemerintahan dan kemasyarakatan yang bertumpu pada keadilan,kedamaian dan kemanfaatan atau kebermaknaan. Dalam Negara hukum, eksistensi hukum dijadikan sebagai instrumen dalam menata kehidupan kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan.
Pentingnya pemencaran dan pemisahan kekuasaan inilah yang kemudian melahirkan teori pemencaran kekuasaan atau pemisahan kekuasaan . Dengan membaginya menjadi kekuasaan legislatif (membuat undang-undang), kekuasaan eksekutif (melaksanakan undang-undang) dan kekuasaan federatif (keamanan dan hubungan luar negri) .Bahwa dalam suatu negara ada tiga organ dan fungsi pemeritah yaitu legislatif,eksekutif, dan yudisial , Masing-masing organ ini harus dipisahkan karena memusatkan lebih dari satu fungsi dari satu orang atau organ pemerintahan merupakan ancaman kebebasan individu. Seiring dengan perkembangan kenegaran dan pemerintahan ajaran Negara hukum yang kini dianut oleh Negara-negara didunia khususnya setelah perang dunia kedua adalah Negara kesejahteraan (welfar state) dalam bidang ekonomi yang melarang Negara dan pemerintah mencampuri kehidupan ekonomi masyarakat . Akibat pembatasan ini pemerintah atau administrasi negara menjadi pasif, sehingga sering disebut Negara penjaga malam . Karena timbul adanya kerusuhan-kerusuhan maka konsepsi Negara penjaga malam telah gagal dalam implementasinya .Yang membuat negara mengalami kerugian yang mungkian bukan kerugian materil saja tetapi juga kerugian formil seluruhnya yang dapat menyengsarakan suluruh rakyatnya , demikian pula Negara juga tidak akan terkontrol dalam mengatur segala bentuk-bentuk pemerintahannya dalam kondisi seperti sekarang ini yang belum kondusif serta aman, damai dan sejahtera
Kegagalan inilah yang membuat suatu negara terimplementasi yang menempatkan pemerintah yang harus bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya dan dapat mensejahterakan masyarakatnya kembali seperti sediakala lagi.
Kegagalan implementasi tersebut kemudian muncul gagasan yang menempatkan pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya , Ciri utama Negara ini adalah munculnya kewajiban pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi warganya .Dengan kata lain, ajaran merupakan bentuk konkret yang membatasi peran Negara dan pemerintah untuk mencampuri kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat yang menghendaki pemerintah dan Negara terlibat aktif dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, sebagai langkah untuk mewujudkan kesejahteraan umum, disamping menjaga ketertiban dan keamanan . sejak Negara turut serta secara aktif dalam pergaulan kemasyarakatan, lapangan pekerjaan pemerintah semakin lama makin luas. Admimistrasi Negara diserahi kewajiban untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum, diberinya tugas itu yang khusus bagi administrasi Negara agar dapat menjalankan tugas menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya, penyelenggaraan pengajaran bagi semua warga Negara, dan sebaginya secara baik, maka administrasi Negara memerlukan kemerdekaan untuk dapat bertindak atas inisiatif sendiri, terutama dalam penyelesaian soal-soal genting yang timbul dengan sekonyong-konyong dan yang peraturan penyelenggaraan belum ada, yaitu belum dibuat oleh badan kenegaraan yang diserahi fungsi legislatif.
Pemberian kewenangan pada Negara kepada administrasi Negara untuk bertindak sebagai inisiatif itu lazim yaitu, suatu yang didalamnya mengandung kewajiban dan kekuasaan yang luas.
Kewajiban adalah tindakan yang harus dilakukan,sedangkan kekuasaan yang luas itu menyiratkan adanya kebebasan memilih melakukan atau tidak melakukan tindakan. Dalam praktik, kewajiban dan kekuasaan berkaitan erat .Suatu kebebasan yang diberikan kepada alat administrasi, yaitun kebebasan yang pada asasnya memperkenankan alat administrasi Negara mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan dari pada berpegang teguh kepada ketentuan hukum.

D.    Fungsi-Fungsi Hukum Administrasi Negara
Dalam pengertian umum, menurut Budiono fungsi hukum adalah untuk tercapainya ketertiban umum dan keadilan. Ketertiban umum adalah suatu keadaan yang menyangkut penyelenggaraan kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama. Keadaan tertib yang umum menyiratkan suatu keteraturan yang diterima secara umum sebagai suatu kepantasan minimal yang diperlukan, supaya kehidupan bersama tidak berubah menjadi anarki.
Secara spesifik, fungsi HAN dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, yakni fungsi normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Ketiga fungsi ini saling berkaitan satu sama lain. Fungsi normatif yang menyangkut penormaan kekuasaan memerintah jelas berkaitan erat dengan fungsi instrumental yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah dan pada akhirnya norma pemerintahan dan instrumen pemerintahan yang digunakan harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat.

1.      Fungsi Normatif Hukum Administrasi Negara
Penentuan norma HAN dilakukan melalui tahap-tahap. Untuk dapat menemukan normanya kita harus meneliti dan melacak melalui serangkaian peraturan perundang-undangan. Artinya, peraturan hukum yang harus diterapkan tidak begitu saja kita temukan dalam undang-undang, tetapi dalam kombinasi peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan TUN yang satu dengan yang lain saling berkaitan. Pada umumnya ketentuan undang-undang yang berkaitan dengan HAN hanya memuat norma-norma pokok atau umum, sementara periciannya diserahkan pada peraturan pelaksanaan. Penyerahan ini dikenal dengan istilah terugtred atau sikap mundur dari pembuat undang-undang. Hal ini terjadi karena tiga sebab, yaitu :
a)      Karena keseluruhan hukum TUN itu demikian luasnya, sehingga tidak mungkin bagi pembuat UU untuk mengatur seluruhnya dalam UU formal;
b)      Norma-norma hukum TUN itu harus selalu disesuaikan de-ngan tiap perubahan-perubahan keadaan yang terjadi sehubungan dengan kemajuan dan
c)      perkembangan teknologi yang tidak mungkin selalu diikuti oleh pembuat UU dengan mengaturnya dalam suatu UU formal;
Di samping itu tiap kali diperlukan pengaturan lebih lanjut hal itu selalu berkaitan dengan penilaian-penilaian dari segi teknis yang sangat mendetail, sehingga tidak sewajarnya harus diminta pembuat UU yang harus mengaturnya. Akan lebih cepat dilakukan dengan pengeluaran peraturan-peraturan atau keputusan-keputusan TUN yang lebih rendah tingkatannya, seperti Keppres, Peraturan Menteri, dan sebagainya.
Seperti disebutkan di atas bahwa setiap tindakan pemerintah dalam negara hukum harus didasarkan pada asas legalitas. Hal ini berarti ketika pemerintah akan melakukan tindakan, terlebih dahulu mencari apakah legalitas tindakan tersebut ditemukan dalam undang-undang. Jika tidak terdapat dalam UU, pemerintah mencari dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait. Ketika pemerintah tidak menemukan dasar legalitas dari tindakan yang akan diambil, sementara pemerintah harus segera mengambil tindakan, maka pemerintah menggunakan kewenangan bebas yaitu dengan menggunakan freies Ermessen. Meskipun penggunaan freies Ermessen dibenarkan, akan tetapi harus dalam batas-batas tertentu. Menurut Sjachran Basah pelaksanaan freies Ermessen harus dapat dipertanggung jawabkan, secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan secara hukum berdasarkan batas-atas dan batas-bawah. Batas-atas yaitu peraturan yang tingkat derajatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang tingkat derajatnya lebih tinggi. Sedangkan batas-bawah ialah peraturan yang dibuat atau sikap-tindak administrasi negara (baik aktif maupun pasif), tidak boleh melanggar hak dan kewajiban asasi warga. Di samping itu, pelaksanaan freies Ermessen juga harus memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Berdasarkan keterangan singkat ini dapat dikatakan bahwa fungsi normatif HAN adalah mengatur dan menentukan penyelenggaraan pemerintahan agar sesuai dengan gagasan negara hukum yang melatarbelakanginya, yakni negara hukum Pancasila.

2.      Fungsi Instrumental Hukum Administrasi Negara
Pemerintah dalam melakukan berbagai kegiatannya menggunakan instrumen yuridis seperti peraturan, keputusan, peraturan kebijaksanaan, dan sebagainya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa dalam negara sekarang ini khususnya yang mengaut type welfare state, pemberian kewenangan yang luas bagi pemerintah merupakan konsekuensi logis, termasuk memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menciptakan berbagai instrumen yuridis sebagai sarana untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan.
Pembuatan instrumen yuridis oleh pemerintah harus didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku atau didasarkan pada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Hukum Administrasi Negara memberikan beberapa ketentuan tentang pembuatan instrumen yuridis, sebagai contoh mengenai pembuatan keputusan. Di dalam pembuatan keputusan, HAN menentukan syarat material dan syarat formal, yaitu sebagai berikut :
Syarat-syarat material :
a)      Alat pemerintahan yang membuat keputusan harus berwenang;
b)      Keputusan tidak boleh mengandung kekurangan-kekurangan yuridis seperti penipuan, paksaan, sogokan, kesesatan, dan kekeliruan;
c)      Keputusan harus diberi bentuk sesuai dengan peraturan dasarnya dan pembuatnya juga harus memperhatikan prosedur membuat keputusan;
d)     Isi dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.
Syarat-syarat formal :
a)      Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan persiapan dibuatnya keputusan dan berhubung dengan cara dibuatnya keputusan harus dipenuhi;
b)      Harus diberi dibentuk yang telah ditentukan;
c)      Syarat-syarat berhubung de-ngan pelaksanaan keputusan itu dipenuhi;
d)     Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya keputusan itu dan tidak boleh dilupakan.
Berdasarkan persyaratan yang ditentukan HAN, maka peyelenggarakan pemerintahan akan berjalan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan sejalan dengan tuntutan negara berdasarkan atas hukum, terutama memberikan perlindungan bagi warga masyarakat.

3.      Fungsi Jaminan Hukum Administrasi Negara
Menurut Sjachran Basah, perlindungan terhadap warga diberikan bilamana sikap tindak administrasi negara itu menimbulkan kerugian terhadapnya. Sedangkan perlindungan terhadap administrasi negara itu sendiri, dilakukan terhadap sikap tindaknya dengan baik dan benar menurut hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan perkataan lain, melindungi administrasi negara dari melakukan perbuatan yang salah menurut hukum. Di dalam negara hukum Pancasila, perlindungan hukum bagi rakyat diarahkan kepada usaha-usaha untuk mencegah terjadinya sengketa antara pemerintah dan rakyat, menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan rakyat secara musayawarah serta peradilan merupakan sarana terakhir dalam usaha menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan rakyat. Dengan adanya UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, menurut Paulus E. Lotulung, sesungguhnya tidak semata-mata memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan, tetapi juga sekaligus melindungi hak-hak masyarakat, yang menimbulkan kewajiban-kewajiban bagi perseorangan. Hak dan kewajiban perseorangan bagi warga masyarakat harus diletakan dalam keserasian, keseimbangan, dan keselarasan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan masyarakat, sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam falsafah negara dan bangsa kita, yaitu Pancasila.









BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan-aturan yang menguasai kegiataqn-kegiatan alat-alat perlengkapan Negara yang bukan alat perlengkapan perundang-undangan atau kekuasaan kehakiman menentukan luas dan batas-batas kekuasaan alat-alat perlengkapan tersebut, baik terhadap warga masyarakat maupun antara alat-alat perlengkapan itu sendiri, atau pula keseluruhan aturan-aturan yang menegaskan dengan syarat-syarat bagaimana badan-badan tata usaha negara/ administrasi memperoleh hak-hak dan membebankan kewajiban-kewajiban kepada para warga masyarakat dengan peraturan alat-alat perlengkapannya guna kepentingan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan umum.”

Hukum administrasi negara pada hakikatnya adalah hukum yang bertugas untuk mengawasi jalannya pemerintahan, yang dalam trias politica berarti kekuasaan yudikatif. Pada masa absolutisme, tidak ada hukum administrasi negara yang benar – benar dijalankan karena penguasa bertindak sebagai diktator yang lalim terhadap rakyatnya. Raja adalah pembuat peraturan sekaligus yang menjalankan peraturan tersebut. Tidak ada pengawasan dan peraturan yang mengikat dari pihak lain terhadap raja, karena raja adalah pemegang kekuasaan mutlak.

Pada masa negara hukum klasik atau nachtwachkerstaat (negara penjaga malam), hukum administrasi diterapkan, tapi hanya bersifat pasif. Hukum administrasi negara hanya berfungsi sebagai penjaga ketertiban sosial. Negara dilarang keras untuk mencampuri perekonomian maupun bidang kehidupan sosial lainnya.

Pada masa negara hukum modern atau welvaarstaat (negara kesejahteraan), hukum administrasi diterapkan secara aktif. Konsep welfare state atau sosial service-state, yaitu negara yang pemerintahannya bertanggung jawab penuh untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar sosial dan ekonomi dari setiap warga negara agar mencapai suatu standar hidup yang minimal, merupakan anti-tesis dari konsep “negara penjaga malam” (nachtwakerstaat). Tugas negara yang semula sangat terbatas menjadi makin luas. Administrasi negara tidak lagi hanya menjalankan tata pemerintahan dan tata usaha negara, melainkan juga organisasi dan manajemen usaha besar kecil yang mengurusi kepentingan hidup bersama. administrasi negara diharuskan untuk menyejahterakan masyarakat umum, bukan lagi hanya terfokus pada masyarakat kelas atas seperti yang terdapat di nachtwachkerstaat.
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar