BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Berdasarkan perspektif ilmu hukum administrasi, ada
dua jenis hukum administrasi, yaitu pertama,hukum administrasi umum (allgemeem
deel) , Yakni berkenaan dengan teori-teori dan prinsip-prinsip yang berlaku
untuk semua bidang hukum administrasi,tidak terikat pada bidang-bidang tertentu
, kedua hukum administrasi khusus (bijzonder deel) , yakni hukum-hukum yang
terkait dengan bidang-bidang pemerintahan tertentu seperti hukum lingkungan,
hukum tata ruang , hukum kesehatan dan sebagainya. Sekilas Tentang Negara
Hukum. Pemikiran atau konsepsi manusia tentang Negara hukum juga lahir dan
berkembang dalam situasi kesejarahan. Oleh karena itu , meskipun konsep Negara
hukum dianggap sebagai konsep universal. Secara embrionik, gagasan Negara hukum
telah dikemukakan oleh plato.Ada tiga unsur dari pemerintah yang berkonstitusi
yaitu peratama, pemerintah dilaksanakan untuk kepentingan umum; kedua
pemerintah dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan
umum,bukan yang dibuat secara sewenang-wenang yang menyampingkan konvensi dan
konstitusi; ketiga, pemerintah berkonstitusi berarti pemerintah yang
dilaksanakan atas kehendak rakyat,bukan berupa paksaan – tekanan yang
dilaksanakan pemerintah despotik.Dalam kaitannya dengan konstitusi bahwa
konstitusi meupakan penyusunan jabatan dalam suatu Negara dan menentukan apa
yang dimaksudkan dengan badan pemerintahan dan apa akhir dari setiap
masyarakat.
Seperti yang telah disebutkan, hukum
administrasi diperlukan untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Tanpa adanya
hukum administrasi, pemerintahan akan berjalan dengan sewenang – wenang.
Kekuasaan berjalan hanya menguntungkan pemerintah, sementara rakyat tertindas,
tidak memiliki hak apapun atas negara. Inilah yang dinamakan absolutisme.
B.
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang dapat kita tarik masalah yang ingin dibahas dalam makalah ini,
yaitu:
1. Apa
yang dimaksud dengan Negara hukum.
2. Bagaimana
perkembangan hukum administrasi negara.
3. Bagaimana
pelaksanaan fungsi-fungsi HAN dalam mewujudkan pemerintahan yang baik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Administrasi
Negara
1.
Administrasi Negara
Istilah Administrasi berasal dari bahasa
Latin yaitu Administrare, yang artinya adalah setiap penyusunan keterangan yang
dilakukan secara tertulis dan sistematis dengan maksud mendapatkan sesuatu
ikhtisar keterangan itu dalam keseluruhan dan dalam hubungannya satu dengan
yang lain. Namun tidak semua himpunan catatan yang lepas dapat dijadikan
administrasi. Menurut Liang Gie dalam Ali Mufiz (2004:1.4) menyebutkan bahwa
Administrasi adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok
orang dalam bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Sehingga dengan
demikian Ilmu Administrasi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari
proses, kegiatan dan dinamika kerjasama manusia. Dari definisi administrasi
menurut Liang Gie kita mendapatkan tiga unsur administrasi, yang terdiri:
a) kegiatan
melibatkan dua orang atau lebih
b) kegiatan
dilakukan secara bersama-sama, dan
c) ada
tujuan tertentu yang hendak dicapai
Kerjasama itu sendiri merupakan suatu
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, kerjasama dapat
terjadi dalam semua hal bidang kehidupan baik sosial, ekonomi, politik, atau
budaya. Dari sifat dan kepentingannya, kerjasama dapat dibedakan menjadi dua
yaitu kegiatan yang bersifat privat dan kegiatan yang bersifat publik. Sehingga
ilmu yang mempelajarinya dibedakan menjadi dua pula yaitu ilmu administrasi
privat (private administration) dan ilmu administrasi negara (public
administration). Perbedaan antara dua cabang ilmu ini (private administration
dan public administration) terletak pada fokus pembahasan atau obyek studi dari
masing-masing cabang ilmu tersebut. Administrasi negara memusatkan perhatiannya
pada kerjasama yang dilakukan dalam lembaga-lembaga pemerintah, sedangkan
administrasi privat memfokuskan perhatiannya pada lembaga-lembaga bisnis
swasta. Dengan demikian ilmu administrasi negara (public administration) dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kegiatan kerjasama dalam organisasi
atau institusi yang bersifat publik yaitu negara.
2. Negara
Hukum
Negara Hukum Adalah Negara yang
didalamnya terdapat berbagai aspek peraturan-peraturan yang memang bersifat
abstrak yaitu memaksa, dan mempunyai sanksi yang tegas.Gagasan Negara hukum
masih bersifat samar-samar dan tenggelam dalam waktu yang sangat panjang,
kemudian muncul kembali secara lebih ekplisit pada abad ke-19,yaitu dengan
munculnya konsep rechtsstaat dari Freidrich Julius Stahl, yang diilhami oleh
Immanuel Kant, unsur-unsur Negara hukum adalah:
a) Perlindungan
hak-hak Asasi Manusia
b) Pemisahan
atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu.
c) Pemerintahan
berdasarkan peraturan perundang-undangan
d) Peradilan
administrasi dalam perselisihan
3. Hukum
Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara adalah
keseluruhan aturan-aturan yang menguasai kegiataqn-kegiatan alat-alat
perlengkapan Negara yang bukan alat perlengkapan perundang-undangan atau
kekuasaan kehakiman menentukan luas dan batas-batas kekuasaan alat-alat
perlengkapan tersebut, baik terhadap warga masyarakat maupun antara alat-alat
perlengkapan itu sendiri, atau pula keseluruhan aturan-aturan yang menegaskan
dengan syarat-syarat bagaimana badan-badan tata usaha negara/ administrasi
memperoleh hak-hak dan membebankan kewajiban-kewajiban kepada para warga
masyarakat dengan peraturan alat-alat perlengkapannya guna kepentingan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan umum.”
B.
Perkembangan
Hukum Administrasi Negara
Dalam sejarah tercatat tiga masa penting
yang mempengaruhi konsep hukum administrasi negara. Masa – masa itu adalah masa
absolutisme, masa negara hukum klasik, dan masa negara hukum modern.
1. Masa
Absolutisme
Masa absolutisme mulai dicatat dalam
sejarah imperium Romawi, sejak masa republik. Pada masa itu pimpinan Negara
dipegang oleh konsul – konsul yang menyelenggarakan dan menjalankan pemerintah
demi kepentingan umum. Biasanya pemerintahan itu dipegang oleh dua orang
konsul. Akan tetapi bila ada keadaan bahaya atau darurat, maka warga Negara memilih
seseorang untuk ditunjuk sebagai pemegang kekuasaan dalam pemerintahan itu
selama keadaan bahaya tersebut. Si pemegang kekuasaan tunggal itulah yang
disebut sebagai diktator. Lama atau tidaknya kekuasaan itu tergantung oleh
keadaan bahaya yang terjadi. Cincinnatus menjadi diktator selama 6 bulan lalu
mengembalikan kekuasaannya kepada rakyat. Tapi tidak semua diktator seperti
Cincinnatus. Mayoritas diktator yang berkuasa di masa romawi mengindahkan
konstitusi lalu memegang kekuasaan dengan absolut dan menindas rakyat, seperti
yang dilakukan Marius dan Caesar. Keadaan seperti ini dinamakan diktator purba.
Setelah masa republik, ada masa
prinsipat. Pada waktu ini, para raja Romawi belum memiliki kewibawaan, namun
mereka pada hakikatnya merupakan orang yang memerintah secara mutlak.
Kemutlakan ini didasarkan kepada caesarismus yaitu adanya perwakilan yang
menghisap, dari pihak Caesar terhadap kedaulatan rakyat (absorptieve
representation). Untuk keperluan ini beberapa ahli hukum romawi kemudian
mencari landasan hukumnya agar segala tindakan raja yang menyeleweng dari
kedaulatan rakyat dapat dibenarkan. Ulpianus, salah satu ahli kemudian
menelurkan Konstruksi Ulpianus, yang berisi “kedaulatan rakyat itu diberikan
kepada raja melalui suatu perjanjian yang termuat di dalam undang – undang yang
termaktub dalam Lex Regia”.
Pada dasarnya pemerintahan untuk
kepentingan umum dan kepentingan itu dirumuskan dalam bentuk undang – undang,
sehingga kepentingan umum itu derajatnya lebih tinggi daripada undang – undang
(solus publica suprema lex). Akan tetapi dengan timbulnya undang – undang
tersebut maka yang merumuskan kepentingan umum itu bukanlah rakyat, melainkan
raja (princep legibus solutus est). Sudah pasti dalam merumuskan itu raja akan
memikirkan kepentingannya sendiri, bukan kepentingan umum. Di masa ini
sesungguhnya romawi telah berwujud sebagai monarki mutlak yang memuat
caesarismus akibat penyalahgunaan Lex Regia.
2. Masa
Negara Hukum
Pada masa Yunani kuno pemikiran tentang
Negara Hukum telah dikembangkan oleh para filusuf besar Yunani Kuno seperti
Plato (429-347 s.M) dan Aristoteles (384-322 s.M). Dalam bukunya Politikos,
Plato menguraikan bentuk-bentuk pemerintahan yang mungkin dijalankan. Pada
dasarnya, ada dua macam pemerintahan yang dapat diselenggarakan; pemerintahan
yang dibentuk melalui jalan hukum, dan pemerintahan yang terbentuk tidak
melalui jalan hukum.
Konsep Negara Hukum menurut Aristoteles
adalah negara yang berdiri diatas hukum yang menjamin keadilan kepada warga
negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagian hidup untuk
warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa
susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik. Dan bagi
Aristoteles yang memerintah dalam negara bukanlah manusia sebenarnya, melainkan
fikiran yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan
keseimbangan saja.
Pada masa abad pertengahan pemikiran
tentang Negara Hukum lahir sebagai perjuangan melawan kekuasaan absolut para
raja. Menurut Paul Scholten dalam bukunya Verzamel Geschriften, deel I, tahun
1949, hlm. 383, dalam pembicaraan Over den Rechtsstaat, istilah Negara Hukum
itu berasal dari abad XIX, tetapi gagasan tentang Negara Hukum itu tumbuh di
Eropa sudah hidup dalam abad tujuh belas. Gagasan itu tumbuh di Inggris dan
merupakan latar belakang dari Glorious Revolution 1688 M. Gagasan itu timbul
sebagai reaksi terhadap kerajaan yang absolut, dan dirumuskan dalam piagam yang
terkenal sebagai Bill of Right 1689 (Great Britain), yang berisi hak dan kebebasan
daripada kawula negara serta peraturan penganti raja di Inggris.
Kemudian muncullah teori Trias Politica
dari Montesquieu. Teorinya adalah teori pemisahan kekuasaan atau separation of
power , yang memisahkan badan kekuasaan menjadi tiga, yaitu;
a) kekuasaan
membuat undang – undang (legislatif),
b) kekuasaan
menjalankan undang – undang (eksekutif),
c) kekuasaan
mengawasi jalannya undang – undang (yudikatif).
Di Indonesia istilah Negara Hukum,
sering diterjemahkan rechtstaats atau the rule of law. Paham rechtstaats pada
dasarnya bertumpu pada sistem hukum Eropa Kontinental. Ide tentang rechtstaats
mulai populer pada abad ke XVII sebagai akibat dari situasi sosial politik
Eropa didominir oleh absolutisme raja. Paham rechtstaats dikembangkan oleh
ahli-ahli hukum Eropa Barat Kontinental seperti Immanuel Kant (1724-1804) dan
Friedrich Julius Stahl. Sedangkan paham the rule of law mulai dikenal setelah
Albert Venn Dicey pada tahun 1885 menerbitkan bukunya Introduction to Study of
The Law of The Constitution. Paham the rule of law bertumpu pada sistem hukum
Anglo Saxon atau Common law system. Konsepsi Negara Hukum menurut Immanuel Kant
dalam bukunya Methaphysiche Ansfangsgrunde der Rechtslehre, mengemukakan
mengenai konsep negara hukum liberal. Immanuel Kant mengemukakan paham negara
hukum dalam arti sempit, yang menempatkan fungsi recht pada staat, hanya
sebagai alat perlindungan hak-hak individual dan kekuasaan negara diartikan
secara pasif, yang bertugas sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan
masyarakat. Paham Immanuel Kant ini terkenal dengan sebutan nachtwachkerstaats
atau nachtwachterstaats, yaitu negara sebagai penjaga malam. Paham ini menurut
Van Vollenhoven membatasi negara dalam bertindak dan menjamin pada yang
diperintah. Immanuel Kant menjelaskan teori Trias Politica Montesquieu;
Maksud dari teori pemisahan adalah
menginginkan jaminan kemerdekaan individu terhadap kesewenang – wenangan
penguasa,
Tujuan negara adalah membuat dan
mempertahankan hukum. Negara bukan menjadi alat kekuatan melainkan alat hukum.
Teori pemisahan kekuasaan hanya dapat
dipraktekkan dalam negara hukum dalam arti sempit saja. Kelebihan dari teori
ini adalah, badan Negara diberi fungsi yang berlainan sehingga bisa saling
mengawasi, tidak ada kesewenang – wenangan dan kemerdekaan individu terjamin.
Kelemahannya adalah bila terjadi pemisahan kekuasaan secara mutlak, tidak akan
ada pengawasan kepada setiap lembaga sehingga tiap lembaga dapat melampaui
batas kekuasaannya dan merugikan rakyat.
3. Masa
Negara Kesejahteraan
Konsep negara ini muncul sebagai reaksi
atas kegagalan konsep legal state.[7] Bagi Negara kesejahteraan, konsep
modernitas dimaknai sebagai kemampuan Negara dalam memberdayakan masyarakatnya.
Peran Negara menjadi begitu besar terhadap warga karena negara akan
memposisikan dirinya sebagai “teman” bagi warga negaranya. Makna kata teman
merujuk pada kesiapan dalam memberikan bantuan jika warga negaranya mengalami
kesulitan. Pemerintah dikehendaki agar terlibat secara aktif dalam kehidupan
masyarakat sebagai langkah untuk mewujudkan kesejahteraan umum di samping
menjaga ketertiban dan keamanan.
C.
Prinsip-Prinsip
Negara Hukum
1. Asas
legalitas
Pembatasan warga Negara (oleh
pemerintah) harus ditemukan dasarnya dalam undang-undang yang merupakan
peraturan umum.Undang-undang secara umum harus memberikan jaminan (terhadap
warga Negara) dari tindakan (pemerintah) yang sewenang-wenang , kolusi dan
berbagai jenis tindakan yang tidak benar
2. Perlindungan
hak-hak asasi
3. Pemerintah
terikat pada hukum
Hukum harus dapat ditegakan ketika hukum
itu dilanggar,pemerintah harus menjamin bahwa ditengah masyarakat terdapat
instrument yuridis penegakan hukum,pemerintah dapat memaksa seseorang yang
melanggar hukum melalui sistem peradilan Negara, memaksakan hukum publik secara
prinsip merupakan tugas pemerintah.
4. Pengawasan
oleh hakim yang merdeka
Negara hukum secara sederhana adalah
Negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan Negara dan
penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan dibawah
kekuasaan hukum. Negara hukum menentukan bahwa pemerintah harus tunduk pada
hukum, bukannya hukum yang harus tunduk pada pemerintah.
Dalam Negara hukum, hukum ditempatkan
sebagai aturan main sebagai dalam penyelenggaraan kenegaraan, pemerintah, dan
kemasyarakatan, sementara tujuan hukum itu sendiri antara lain :(diletakan
untuk menata masyarakat yang damai ,adil dan bermakna) Artinya sasaran dari
Negara hukum adalah terciptanya kegiatan kenegaraan pemerintahan dan
kemasyarakatan yang bertumpu pada keadilan,kedamaian dan kemanfaatan atau kebermaknaan.
Dalam Negara hukum, eksistensi hukum dijadikan sebagai instrumen dalam menata
kehidupan kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan.
Pentingnya pemencaran dan pemisahan
kekuasaan inilah yang kemudian melahirkan teori pemencaran kekuasaan atau pemisahan
kekuasaan . Dengan membaginya menjadi kekuasaan legislatif (membuat
undang-undang), kekuasaan eksekutif (melaksanakan undang-undang) dan kekuasaan
federatif (keamanan dan hubungan luar negri) .Bahwa dalam suatu negara ada tiga
organ dan fungsi pemeritah yaitu legislatif,eksekutif, dan yudisial ,
Masing-masing organ ini harus dipisahkan karena memusatkan lebih dari satu
fungsi dari satu orang atau organ pemerintahan merupakan ancaman kebebasan
individu. Seiring dengan perkembangan kenegaran dan pemerintahan ajaran Negara
hukum yang kini dianut oleh Negara-negara didunia khususnya setelah perang
dunia kedua adalah Negara kesejahteraan (welfar state) dalam bidang ekonomi
yang melarang Negara dan pemerintah mencampuri kehidupan ekonomi masyarakat .
Akibat pembatasan ini pemerintah atau administrasi negara menjadi pasif,
sehingga sering disebut Negara penjaga malam . Karena timbul adanya
kerusuhan-kerusuhan maka konsepsi Negara penjaga malam telah gagal dalam
implementasinya .Yang membuat negara mengalami kerugian yang mungkian bukan
kerugian materil saja tetapi juga kerugian formil seluruhnya yang dapat
menyengsarakan suluruh rakyatnya , demikian pula Negara juga tidak akan
terkontrol dalam mengatur segala bentuk-bentuk pemerintahannya dalam kondisi
seperti sekarang ini yang belum kondusif serta aman, damai dan sejahtera
Kegagalan inilah yang membuat suatu
negara terimplementasi yang menempatkan pemerintah yang harus bertanggung jawab
atas kesejahteraan rakyatnya dan dapat mensejahterakan masyarakatnya kembali
seperti sediakala lagi.
Kegagalan implementasi tersebut kemudian
muncul gagasan yang menempatkan pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab
atas kesejahteraan rakyatnya , Ciri utama Negara ini adalah munculnya kewajiban
pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi warganya .Dengan kata lain,
ajaran merupakan bentuk konkret yang membatasi peran Negara dan pemerintah
untuk mencampuri kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat yang menghendaki
pemerintah dan Negara terlibat aktif dalam kehidupan ekonomi dan sosial
masyarakat, sebagai langkah untuk mewujudkan kesejahteraan umum, disamping
menjaga ketertiban dan keamanan . sejak Negara turut serta secara aktif dalam
pergaulan kemasyarakatan, lapangan pekerjaan pemerintah semakin lama makin
luas. Admimistrasi Negara diserahi kewajiban untuk menyelenggarakan
kesejahteraan umum, diberinya tugas itu yang khusus bagi administrasi Negara
agar dapat menjalankan tugas menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya,
penyelenggaraan pengajaran bagi semua warga Negara, dan sebaginya secara baik,
maka administrasi Negara memerlukan kemerdekaan untuk dapat bertindak atas
inisiatif sendiri, terutama dalam penyelesaian soal-soal genting yang timbul
dengan sekonyong-konyong dan yang peraturan penyelenggaraan belum ada, yaitu
belum dibuat oleh badan kenegaraan yang diserahi fungsi legislatif.
Pemberian kewenangan pada Negara kepada
administrasi Negara untuk bertindak sebagai inisiatif itu lazim yaitu, suatu
yang didalamnya mengandung kewajiban dan kekuasaan yang luas.
Kewajiban adalah tindakan yang harus
dilakukan,sedangkan kekuasaan yang luas itu menyiratkan adanya kebebasan
memilih melakukan atau tidak melakukan tindakan. Dalam praktik, kewajiban dan
kekuasaan berkaitan erat .Suatu kebebasan yang diberikan kepada alat administrasi,
yaitun kebebasan yang pada asasnya memperkenankan alat administrasi Negara
mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan dari pada berpegang teguh
kepada ketentuan hukum.
D.
Fungsi-Fungsi
Hukum Administrasi Negara
Dalam pengertian umum, menurut Budiono
fungsi hukum adalah untuk tercapainya ketertiban umum dan keadilan. Ketertiban
umum adalah suatu keadaan yang menyangkut penyelenggaraan kehidupan manusia
sebagai kehidupan bersama. Keadaan tertib yang umum menyiratkan suatu
keteraturan yang diterima secara umum sebagai suatu kepantasan minimal yang
diperlukan, supaya kehidupan bersama tidak berubah menjadi anarki.
Secara spesifik, fungsi HAN dikemukakan
oleh Philipus M. Hadjon, yakni fungsi normatif, fungsi instrumental, dan fungsi
jaminan. Ketiga fungsi ini saling berkaitan satu sama lain. Fungsi normatif
yang menyangkut penormaan kekuasaan memerintah jelas berkaitan erat dengan
fungsi instrumental yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah
untuk menggunakan kekuasaan memerintah dan pada akhirnya norma pemerintahan dan
instrumen pemerintahan yang digunakan harus menjamin perlindungan hukum bagi
rakyat.
1. Fungsi
Normatif Hukum Administrasi Negara
Penentuan norma HAN dilakukan melalui
tahap-tahap. Untuk dapat menemukan normanya kita harus meneliti dan melacak
melalui serangkaian peraturan perundang-undangan. Artinya, peraturan hukum yang
harus diterapkan tidak begitu saja kita temukan dalam undang-undang, tetapi
dalam kombinasi peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan TUN yang satu dengan
yang lain saling berkaitan. Pada umumnya ketentuan undang-undang yang berkaitan
dengan HAN hanya memuat norma-norma pokok atau umum, sementara periciannya
diserahkan pada peraturan pelaksanaan. Penyerahan ini dikenal dengan istilah
terugtred atau sikap mundur dari pembuat undang-undang. Hal ini terjadi karena
tiga sebab, yaitu :
a) Karena
keseluruhan hukum TUN itu demikian luasnya, sehingga tidak mungkin bagi pembuat
UU untuk mengatur seluruhnya dalam UU formal;
b) Norma-norma
hukum TUN itu harus selalu disesuaikan de-ngan tiap perubahan-perubahan keadaan
yang terjadi sehubungan dengan kemajuan dan
c) perkembangan
teknologi yang tidak mungkin selalu diikuti oleh pembuat UU dengan mengaturnya
dalam suatu UU formal;
Di samping itu tiap kali diperlukan
pengaturan lebih lanjut hal itu selalu berkaitan dengan penilaian-penilaian
dari segi teknis yang sangat mendetail, sehingga tidak sewajarnya harus diminta
pembuat UU yang harus mengaturnya. Akan lebih cepat dilakukan dengan
pengeluaran peraturan-peraturan atau keputusan-keputusan TUN yang lebih rendah
tingkatannya, seperti Keppres, Peraturan Menteri, dan sebagainya.
Seperti disebutkan di atas bahwa setiap
tindakan pemerintah dalam negara hukum harus didasarkan pada asas legalitas.
Hal ini berarti ketika pemerintah akan melakukan tindakan, terlebih dahulu
mencari apakah legalitas tindakan tersebut ditemukan dalam undang-undang. Jika
tidak terdapat dalam UU, pemerintah mencari dalam berbagai peraturan
perundang-undangan terkait. Ketika pemerintah tidak menemukan dasar legalitas
dari tindakan yang akan diambil, sementara pemerintah harus segera mengambil
tindakan, maka pemerintah menggunakan kewenangan bebas yaitu dengan menggunakan
freies Ermessen. Meskipun penggunaan freies Ermessen dibenarkan, akan tetapi
harus dalam batas-batas tertentu. Menurut Sjachran Basah pelaksanaan freies
Ermessen harus dapat dipertanggung jawabkan, secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa, dan secara hukum berdasarkan batas-atas dan batas-bawah. Batas-atas
yaitu peraturan yang tingkat derajatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan
dengan peraturan yang tingkat derajatnya lebih tinggi. Sedangkan batas-bawah
ialah peraturan yang dibuat atau sikap-tindak administrasi negara (baik aktif
maupun pasif), tidak boleh melanggar hak dan kewajiban asasi warga. Di samping
itu, pelaksanaan freies Ermessen juga harus memperhatikan asas-asas umum
pemerintahan yang baik. Berdasarkan keterangan singkat ini dapat dikatakan
bahwa fungsi normatif HAN adalah mengatur dan menentukan penyelenggaraan
pemerintahan agar sesuai dengan gagasan negara hukum yang melatarbelakanginya,
yakni negara hukum Pancasila.
2. Fungsi
Instrumental Hukum Administrasi Negara
Pemerintah dalam melakukan berbagai
kegiatannya menggunakan instrumen yuridis seperti peraturan, keputusan,
peraturan kebijaksanaan, dan sebagainya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa
dalam negara sekarang ini khususnya yang mengaut type welfare state, pemberian
kewenangan yang luas bagi pemerintah merupakan konsekuensi logis, termasuk
memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menciptakan berbagai instrumen
yuridis sebagai sarana untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan.
Pembuatan instrumen yuridis oleh
pemerintah harus didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku atau didasarkan
pada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Hukum
Administrasi Negara memberikan beberapa ketentuan tentang pembuatan instrumen
yuridis, sebagai contoh mengenai pembuatan keputusan. Di dalam pembuatan
keputusan, HAN menentukan syarat material dan syarat formal, yaitu sebagai
berikut :
Syarat-syarat material :
a) Alat
pemerintahan yang membuat keputusan harus berwenang;
b) Keputusan
tidak boleh mengandung kekurangan-kekurangan yuridis seperti penipuan, paksaan,
sogokan, kesesatan, dan kekeliruan;
c) Keputusan
harus diberi bentuk sesuai dengan peraturan dasarnya dan pembuatnya juga harus
memperhatikan prosedur membuat keputusan;
d) Isi
dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.
Syarat-syarat
formal :
a) Syarat-syarat
yang ditentukan berhubung dengan persiapan dibuatnya keputusan dan berhubung
dengan cara dibuatnya keputusan harus dipenuhi;
b) Harus
diberi dibentuk yang telah ditentukan;
c) Syarat-syarat
berhubung de-ngan pelaksanaan keputusan itu dipenuhi;
d) Jangka
waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya dan
diumumkannya keputusan itu dan tidak boleh dilupakan.
Berdasarkan persyaratan yang ditentukan
HAN, maka peyelenggarakan pemerintahan akan berjalan sesuai dengan aturan hukum
yang berlaku dan sejalan dengan tuntutan negara berdasarkan atas hukum,
terutama memberikan perlindungan bagi warga masyarakat.
3. Fungsi
Jaminan Hukum Administrasi Negara
Menurut Sjachran Basah, perlindungan
terhadap warga diberikan bilamana sikap tindak administrasi negara itu
menimbulkan kerugian terhadapnya. Sedangkan perlindungan terhadap administrasi
negara itu sendiri, dilakukan terhadap sikap tindaknya dengan baik dan benar
menurut hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan perkataan
lain, melindungi administrasi negara dari melakukan perbuatan yang salah
menurut hukum. Di dalam negara hukum Pancasila, perlindungan hukum bagi rakyat
diarahkan kepada usaha-usaha untuk mencegah terjadinya sengketa antara
pemerintah dan rakyat, menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan rakyat
secara musayawarah serta peradilan merupakan sarana terakhir dalam usaha
menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan rakyat. Dengan adanya UU No. 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, menurut Paulus E. Lotulung,
sesungguhnya tidak semata-mata memberikan perlindungan terhadap hak-hak
perseorangan, tetapi juga sekaligus melindungi hak-hak masyarakat, yang
menimbulkan kewajiban-kewajiban bagi perseorangan. Hak dan kewajiban
perseorangan bagi warga masyarakat harus diletakan dalam keserasian,
keseimbangan, dan keselarasan antara kepentingan perseorangan dengan
kepentingan masyarakat, sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam falsafah
negara dan bangsa kita, yaitu Pancasila.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan
aturan-aturan yang menguasai kegiataqn-kegiatan alat-alat perlengkapan Negara
yang bukan alat perlengkapan perundang-undangan atau kekuasaan kehakiman
menentukan luas dan batas-batas kekuasaan alat-alat perlengkapan tersebut, baik
terhadap warga masyarakat maupun antara alat-alat perlengkapan itu sendiri,
atau pula keseluruhan aturan-aturan yang menegaskan dengan syarat-syarat
bagaimana badan-badan tata usaha negara/ administrasi memperoleh hak-hak dan
membebankan kewajiban-kewajiban kepada para warga masyarakat dengan peraturan
alat-alat perlengkapannya guna kepentingan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan umum.”
Hukum administrasi negara pada hakikatnya adalah
hukum yang bertugas untuk mengawasi jalannya pemerintahan, yang dalam trias
politica berarti kekuasaan yudikatif. Pada masa absolutisme, tidak ada hukum
administrasi negara yang benar – benar dijalankan karena penguasa bertindak
sebagai diktator yang lalim terhadap rakyatnya. Raja adalah pembuat peraturan
sekaligus yang menjalankan peraturan tersebut. Tidak ada pengawasan dan
peraturan yang mengikat dari pihak lain terhadap raja, karena raja adalah
pemegang kekuasaan mutlak.
Pada masa negara hukum klasik atau nachtwachkerstaat
(negara penjaga malam), hukum administrasi diterapkan, tapi hanya bersifat
pasif. Hukum administrasi negara hanya berfungsi sebagai penjaga ketertiban
sosial. Negara dilarang keras untuk mencampuri perekonomian maupun bidang
kehidupan sosial lainnya.
Pada masa negara hukum modern atau welvaarstaat
(negara kesejahteraan), hukum administrasi diterapkan secara aktif. Konsep
welfare state atau sosial service-state, yaitu negara yang pemerintahannya
bertanggung jawab penuh untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar sosial dan
ekonomi dari setiap warga negara agar mencapai suatu standar hidup yang
minimal, merupakan anti-tesis dari konsep “negara penjaga malam”
(nachtwakerstaat). Tugas negara yang semula sangat terbatas menjadi makin luas.
Administrasi negara tidak lagi hanya menjalankan tata pemerintahan dan tata
usaha negara, melainkan juga organisasi dan manajemen usaha besar kecil yang
mengurusi kepentingan hidup bersama. administrasi negara diharuskan untuk
menyejahterakan masyarakat umum, bukan lagi hanya terfokus pada masyarakat kelas
atas seperti yang terdapat di nachtwachkerstaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar